LRT Palembang Sepi Penumpang, Ridwan Kamil Minta Maaf
LRT Palembang adalah LRT pertama di Indonesia sekaligus LRT pertama di luar pulau Jawa. Pembangunan proyek LRT Palembang merujuk pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 116 Tahun 2015 dan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 116 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan/Light Rail Transit di Provinsi Sumatera Selatan.
Kemudian pada 13 Juli 2018, untuk pertama kalinya Presiden Joko Widodo mencoba langsung naik kereta api ringan atau LRT Palembang. Usai melaksanakan salat Jumat di Masjid Raya Taqwa, Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana melakukan uji coba menaiki LRT dari Stasiun Palembang Icon menuju Stasiun Jakabaring.
Presiden bersama Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, dan Alex Noerdin Gubernur Sumsel saat itu, merasakan langsung nyamannya naik transportasi massal yang pembangunannya dibiayin dari APBN sebesar Rp10,9 triliun. (Ridwan Kamil menyebut menghabiskan anggaran Rp9 triliun).
LRT Palembang sudah sejak awal masa pembangunannya didera kritik. (Jejak digitalnya bisa dicari di internet). Pada 2018, Ketua Umum yang juga Ketua Dewan Pembina DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto pada acara halal Bihalal Kader Partai Gerindra di Sumatera Selatan, 25 Juni 2018 mengungkapkan bahwa biaya proyek LRT di Palembang merupakan yang termahal di dunia.
Menurut Prabowo saat itu, proyek LRT di Palembang mencapai Rp 12,5 triliun setara US$ 534 miliar untuk rute sepanjang 24 km atau sekitar US$ 40 juta/km. Sementara indeks biaya pembangunan proyek LRT dunia hanya US$ 8 juta/km.
Kementarian Perhubungan (Kemenhub) kemudian merilis data bahwa proyek LRT Palembang dengan rute sepanjang 23, 4 km, dilengkapi 24 unit kereta dan 13 unit stasiun dengan nilai total modal atau Capital Index (Capex) sebesar Rp 484 miliar/km.
Data Kemenhub membandingkan dengan Capex pembangunan LRT Kelana Jaya Line mencapai US$ 63 juta/km (Rp 1 triliun) dengan panjang jalur 34,7 km, 25 unit stasiun, 120 unit kereta dan konstruksi 80 persen elevated. Capex LRT Manila Line 1 sebesar US$ 70 juta/km (Rp 817 miliar) dengan panjang 23 km, 14 unit stasiun dan konstruksi 100 persen elevated. Dengan demikian, nilai proyek LRT Palembang lebih murah dibanding di LRT di Malaysia dan Filipina.
Kemudian pada 2019, anggota komisi V DPR Bambang Haryo Soekartono meminta Menteri Pehubungan mencabut subsidi untuk LRT Palembang. Alasannya, LRT Palembang lebih menyasar masyarakat kelas menengah ke atas yang tidak layak mendapatkan subsidi. Subisidi ini harus diberikan kepada yang memang membutuhkan.
Menanggapi usulan tersebut, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan harus tetap disubsidi. Alasannya, semua angkutan massal mendapatkan fasilitas subsidi. “Tidak mungkin angkutan massal tidak mendapat subsidi. Transportasi massal juga memberikan manfaat kepada lingkungan,” katanya waktu itu.
Menurut Menhub, LRT Palembang meskipun banyak dimanfaatkan kelas menengah ke atas, namun kehadiran transportasi massal ini mampu mendorong masyarakat untuk meninggalkan kendaraan pribadi. Dengan demikian, persoalan macet bisa terurai.
Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan menyiapkan subsidi sebesar Rp180 miliar -Rp200 miliar untuk LRT Palembang pertahuan. Dengan insentif itu harga tiket antar stasiun yang dibebankan ke penumpang hanya Rp5.000. Tiket tersebut lebih murah Rp5.000 jika harga tiket tanpa subsidi yang bisa tembus Rp10 ribu.
Ojo Dibandingke
Menanggapi kritik Gubernur Ridwan Kamil, Kementerian Perhubungan menyatakan bahwa volume penumpang LRT Palembang telah melonjak signifikan khususnya setelah adanya angkot feeder. Menurut Kepala Balai Pengelola Kereta Api Ringan Sumatra Selatan (BPKARSS) Direktorat Jendral Perkeretaapian Kemenhub Dedik Tri Istiantara, volume penumpang LRT Palembang melonjak signifikan.