LRT Palembang Sepi Penumpang, Ridwan Kamil Minta Maaf
KAKI BUKIT – Pada diskusi Synergy Ngopi dengan Jababeka di President University, Cikarang, Jawa Barat, Jumat 21 Oktober 2022, Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil menyampaikan kritik terhadap pembangunan LRT (light rail transit) di Palembang, Sumatera Selatan.
Menurutnya, pembangunan LRT Palembang gagal karena salah dalam perencanaan. LRT tersebut diklaim hanya menjadi fasilitas pendukung dalam agenda Asian Games 2018. Gubernur yang akrab disapa Kang Emil, melihat adanya kegagalan dalam mengambil keputusan dalam pembangunan transportasi massal itu.
“Saya kasih tau kegagalan decision Rp9 triliun itu LRT Palembang. Decision based-nya political decision, not planning decision. Ini karena mau ada Asian Games, harus ada koneksi dari Palembang ke Jakabaring,” katanya.
“Nah, sekarang apa yang terjadi? Nggak ada penumpangnya, itu Rp9 triliun,” ujar Ridwan Kamil.
Setelah pernyataan Ridwan Kamil muncul di media massa khususnya media online, langsung berhamburan berbagai komentar di media sosial, ada yang pro dan ada yang kontra. Diantaranya, pernyataan yang disampaikan di media sosial (medsos) dari dua orang asal Sumatera Selatan (Sumsel), yaitu penulis novel Tere Liye dan aktivis Perludem Titi Anggraini.
Pada laman akun instagramnya @tereliyewriter menulis tentang sepinya penumpang LRT, diantara kutipan dari tulisannya : “Salah warga Palembang. Coba mereka tiap hari naik LRT. Kan penduduk Palembang itu hampir 2 juta. 50% saja naik LRT, itu artinya 1 juta per hari, kalikan 365, maka 365 juta penumpangnya. Kalikan 10.000, maka 3,6 trilyun per tahun. Wah, cukup 3 tahun balik modal.
Tapi begitulah, warga Palembang ini memang susah nian dikasih tahu. Masa' penumpang LRT sehari hanya 5.000 orang saja. Apalagi Tere Liye itu, ngaku2 dari Palembang, jarang naik LRT.
Apakah situasi ini memprihatinkan? Belum.
Besok2, kita akan nemu kasus lebih seru, Kereta Cepat Jakarta - Padalarang/Tegalluar. Bahkan dgn asumsi penumpang 20.000 per hari pun, angka2nya tetap berat nutup investasi 130 trilyun, ditambah operasional yg tidak akan kurang 1-2 trilyun per tahun. Buat bayar bunga utang proyek ini saja 1 trilyun lebih setahun.”
Aktivis Pemilu Titi Anggraini juga di laman instagramnya @tanggraini menulis : “LRT Palembang memang tak seramai MRT atau Commuter Line di Jakarta. Tapi sebagai pengguna transportasi publik saya merasa keputusan membangun LRT Palembang bukanlah sesuatu yang salah. Negara memang sepatutnya menginisiasi dan mewujudkan layanan transportasi publik yang nyaman dan terjangkau.
Kalau belum ramai sekarang, setidaknya infrastruktur itu sudah tersedia. Ini pengalaman saya mencoba LRT Palembang 20 Oktober lalu. Kursinya mayoritas terisi kok Pak Gub @ridwankamil.”
Pernyataan Gubernur Ridwan Kamil tersebut juga mendapat tanggapan Guru Besar Transportasi dari Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya (Unsri) Prof Erika Buchari. Menurutnya, Ridwan Kamil sebagai pemimpin kurang up date. Erika justru mempertanyakan, mengapa tiba-tiba Gubernur Jabar itu menyoroti LRT Sumsel?
Menurut Erika Buchari, urusi saja Bandung, fokus menyelesaikan persoalan yang terjadi di Jabar. “Sudah beres belum Bandung? Cihampelas gimana? Masalah di Palembang biar kita yang urus dan sudah meningkat, bisa kita buktikan,” katanya seraya memaparkan data peningkatan penumpang LRT Palembang sejak beroperasi Agustus 2018.
Perpres LRT Palembang
Sejak awal perencanaan pembangunan sampai beroperasi saat ini, LRT Palembang berjalan pada lini masa yang penuh dinamika. Pada Agustus 2015 Presiden Joko Widodo saat memimpin rapat terbatas membahas LRT di Kantor Presiden Jakarta menyatakan, rencana proyek LRT untuk DKI Jakarta, Jabodetabek dan Palembang sebenarnya sudah matang.
“Sebetulnya sudah matang tetapi ini supaya ada sinkronisasi antara Pemprov DKI dan pemerintah pusat, sore ini akan dituntaskan dan tak ada rapat lagi. Semoga tuntas dan segera dikerjakan,” kata Presiden pada rapat 18 Agustus 2015.