(Trilogi Cerpen Ponsel Tua) - Ponsel Ku Hang

Aku menatap ponsel tua di tanganku dengan perasaan bercampur aduk. Perangkat kecil itu, yang selama bertahun-tahun setia menemani hari-hariku, kini menjadi sumber kekacauan yang tak pernah kubayangkan sebelumnya.
Dari luar, ponselku terlihat biasa saja, meskipun bodinya sudah penuh goresan. Layarnya agak kusam, dengan beberapa retakan kecil di pojok. Aku tahu, sudah saatnya mengganti perangkat ini, tetapi aku selalu menunda-nunda. Alasannya selalu sama: "Ponsel ini masih berfungsi. Untuk apa buang-buang uang?"
Namun, satu hal yang aku abaikan selama ini adalah kenyataan bahwa teknologi memiliki batas usia. Seiring waktu, sistem ponselku menjadi lambat, aplikasinya sering kali tidak kompatibel dengan pembaruan terbaru, dan memori penyimpanan yang kecil membuatku harus sering menghapus data.
Semua masalah kecil itu akhirnya memuncak pada suatu hari yang mengubah hidupku. Bangun tidur setelah salat subuh aku sedang mempersiapkan dokumen untuk transaksi penjualan tanah milik keluargaku. Nilainya tidak main-main hampir mendekati satu miliar rupiah. Tanah ini adalah investasi yang diwariskan almarhum ayahku, dan aku berencana menggunakan hasil penjualannya untuk membiayai bisnis baru yang telah lama aku impikan.
Sebagian besar dokumen transaksi, seperti kontrak digital, nomor rekening pembeli, hingga riwayat komunikasi, tersimpan di ponselku. Aku merasa lebih praktis menyimpan semuanya di sana, meskipun banyak orang menyarankan untuk mencadangkannya di tempat lain.
Hari itu, aku menerima pesan dari pembeli tanah melalui aplikasi pesan instan. “Kita akan bertemu di kantor notaris pukul 10 pagi. Jangan lupa membawa semua dokumen yang diperlukan”, tulisnya.
Aku membalas pesan itu dengan cepat. “Siap, saya akan tiba tepat waktu”.
Namun, saat aku hendak mengunduh dokumen dari email untuk dicetak, ponselku tiba-tiba berhenti merespons. Layar menjadi hitam selama beberapa detik, lalu menyala kembali dengan lambat. Setiap kali aku mencoba membuka email, aplikasi itu tertutup dengan sendirinya.
"Astaga, kenapa sekarang malah seperti ini?" gerutuku sambil menekan tombol restart.
