Home > Eduaksi

Stop Kriminalisasi Guru, Cukup Supriyani yang Terakhir

Vonis bebas Supriyani seorang guru honorer di Kecamatan Baito, Kabupaten Konawe Selatan merupakan kado bagi para guru pada Hari Guru Nasional 2024 yang diperingati pada 25 November.

Guru honorer Supriyani pada persidangan di PN Andoolo. (FOTO: Antara)
Guru honorer Supriyani pada persidangan di PN Andoolo. (FOTO: Antara)

Hakim MA melihat bahwa Aop Saepudin tidak layak dipidana karena ia menjalankan tugas selaku pendidik. Ketika ia melakukan pemotongan rambut kepada siswa adalah dalam rangka menjalankan tugas dan fungsinya untuk mendisiplinkan siswa. Siswa dalam hal ini telah melanggar norma yang diterapkan oleh sekolah. Guru dalam menegakkan kedisiplinan bagi siswa dilindungi oleh peraturan perundangan.

Tahun 2016, MA juga mengambil putusan yang sama dalam perkara seorang yang melakukan tindak disiplin dengan memotong rambut empat siswanya yang berambut panjang, salah satu murid tidak terima dan memukul guru tersebut bersama dengan orang tuanya.

Lalu kasus ini bergulir ke ranah hukum. Hakim Pengadilan Negeri memutuskan bahwa guru tersebut terbukti melakukan tindak pidana dengan hukuman pidana percobaan. Pada putusan banding Pengadilan Tinggi menguatkan putusan Pengadilan Negeri.

Pada putusan kasasi MA membebaskan guru tersebut dengan pertimbangan, “Apa yang dilakukan terdakwa (guru) adalah sudah menjadi tugasnya dan bukan merupakan suatu tindak pidana dan terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana atas perbuatan atau tindakannya tersebut karena bertujuan untuk mendidik agar menjadi murid yang baik dan berdisiplin.”

Kepada orang tua siswa di rumah yang tidak datang melihat langsung aktivitas anaknya di sekolah, sudah saatnya tidak melakukan kriminalisai terhadap guru, siapa pun dan apa pun jabatan orang tua siswa tersebut.

Sang guru yang memberikan sanksi fisik di sekolah dalam menegakan disiplin kepada siswa atau murid, jangan sekali-kali dituding sebagai tindak pidana dan harus dimintai pertanggungjawaban pidana. Semampang sanksi fisik tersebut hanya sebagai sarana untuk mendidik dan mendisiplinkan peserta didik serta sanksi fisik yang diberikan dalam koridor dan batas kewajaran.

Jika sekolah dalam menegakan disiplin atau peraturan di sekolah tidak tegas, maka murid menjadi bebas dengan tidak mengindahkan norma-norma dan peraturan yang ada. Ada murid berpenampilan seenaknya sendiri, rambu gondrong, merokok berperilaku layaknya seorang preman, bebas bolos sekolah tanpa hukuman yang berat, meremehkan guru, dan lain sebagainya. (maspril aries)

× Image