Palembang Darurat Iklim, Banjir Menelan Korban Jiwa Seorang Anak Tewas
Rubi menyampaikan, Komisi III akan memanggil mitra kerja yakni Dinas PUPR Kota Palembang untuk menindaklanjuti tuntutan tersebut yang telah merugikan tak hanya ekonomi juga korban jiwa ini. “Ke depan kami meminta pihak terkait melaksanakan aturan yang sudah dibuat bisa dijalankan seperti RTH 30 persen, kolam retensi, drainase, dan lainnya”, ujarnya.
Dalam aksi tersebut, Walhi Sumsel menyatakan, banjir yang terus melanda Kota Palembang adalah manifestasi nyata dari bencana ekologis yang telah menimbulkan kerugian besar. Baik di bidang sosial, ekonomi, maupun lingkungan.
Penyebab utama masalah ini adalah menurunnya daya dukung lingkungan dan buruknya tata kelola tata ruang. Kebijakan pembangunan yang mengabaikan prinsip keberlanjutan seperti alih fungsi ruang terbuka hijau (RTH) dan rawa.
Menurut Rizki, tahun 2021, Walhi Sumsel bersama korban banjir menggugat Pemerintah Kota Palembang ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) Palembang setelah terjadi banjir yang menelan korban jiwa dua orang meninggal dunia. “Tahun 2022 PTUN mengabulkan gugatan kami secara penuh. Putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap yang memerintahkan Pemerintah Kota Palembang melakukan langkah-langkah konkret untuk mengatasi banjir. Tapi sampai banjir yang terjadi kemarin, putusan tersebut tidak dijalan”, kata Rizki.
“Hari kami aksi ke DPRD Palembang”, ujar Rizki, “Karena banjir yang melanda Palembang bukan sekadar masalah teknis. Ini persoalan struktural yang membutuhkan komitmen serius dalam membangun tata kelola lingkungan dan tata ruang yang adil serta berkelanjutan. Siapa pun yang terpilih sebagai Wali Kota Palembang pada Pilkada 2024, mereka harus mewujudkan visi pembangunan yang berorientasi pada penguatan daya dukung lingkungan dan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh”. (maspril aries)