Home > Literasi

Hilangnya Aturan dan Kaidah Bahasa Indonesia di Media Sosial (Memperingati Hari Sumpah Pemuda)

Nasib Bahasa Indonesia di ranah media sosial berjalan dengan berbagai dinamika yang menimbulkan perdebatan, apakah memperkaya bahasa atau justru merusak esensinya?

Ilustrasi Buku pelajaran Bahasa Indonesia. (FOTO: Republika/ Prayogi)
Ilustrasi Buku pelajaran Bahasa Indonesia. (FOTO: Republika/ Prayogi)

Bahasa Indonesia di ranah media sosial telah melahirkan bahasa gaul dan slang. Contohnya, adalah “baper” (bawa perasaan), “gabut” (gaji buta), “sabi” (bisa) dan “santuy” (santai). Penggunaan istilah ini telah menggantikan frasa yang formal menjadi informal, cara komunikasi baku menjadi santai. Bahasa slang sendiri sebelum ada medsos sudah ada dan digunakan ramaja era 80-an.

Kemudian di media sosial ditemukan adanya pencampuran bahasa (Code-Switching) dan (Code-Mixing), mencampurkan Bahasa Indonesia dengan bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Contohnya, frasa seperti “I'm so happy" atau “It's a good day" yang dicampur dengan Bahasa Indonesia.

Di satu sisi, pencampuran ini dapat memperkaya kosa kata tetapi di sisi lain dapat membingungkan pembaca yang tidak terbiasa dengan istilah asing. Sebagai pembelaannya ada yang mengatakan, “Media sosial teknologi digital mendorong pengguna untuk beradaptasi dengan gaya komunikasi yang lebih global”.

Juga ada yang suka mempersingkat kata atau akronim dan singkatan dari bahasa asing, seperti “OTW” (on the way), “TFL” (thanks for like), dan “LOL” (laugh out loud). Penggunaan singkatan yang berlebihan dapat menyebabkan kesalahpahaman dalam komunikasi.

Di media sosial juga ditemukan adanya penggunaan emoji dan stiker yang menjadi bagian integral dari komunikasi. Tanda atau lambang digunakan untuk mengekspresikan emosi atau situasi tanpa kata-kata, mempercepat pengiriman pesan tetapi juga dapat mengurangi kedalaman makna dari suatu pesan. Sebuah pesan bisa jadi kehilangan nuansa jika hanya disampaikan dengan emoji tanpa penjelasan tambahan.

Juga ada penggunaan tagar (Hashtags) untuk mengelompokkan konten di media sosial, membuatnya lebih mudah ditemukan oleh pengguna lain. Contoh tagar seperti #ThrowbackThursday atau #OOTD (Outfit of the Day) menunjukkan bagaimana pengguna media sosial menciptakan istilah baru untuk memperkuat identitas mereka dalam komunitas online. Namun, penggunaan hashtag yang berlebihan dapat mengganggu alur pembicaraan dan membuatnya sulit dipahami.

× Image