Partisipasi Politik dalam Pilkada Merujuk pada Bruce I Newman
KINGDOMSRIWIJAYA – Hampir pada setiap kontestasi politik para penyelenggara selalu memasang target tinggi untuk partisipasi politik warga atau pemilih, baik pada pemilihan umum (Pemilu) legislatif, pemilihan presiden (Pilpres) sampai pada pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Di Sumatera Selatan (Sumsel), Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat pada Pilkada serentak 27 November 2024 juga memasang target partisipasi masyarakat yang tinggi di atas 80 persen. Pada peluncuran pemilihan kepala daerah di Sumsel awal Mei lalu, Ketua KPU Sumsel Andika Pranata Jaya memasang target partisipasi pemilih bisa melebih partisipasi pemilih pada Pileg dan Pilpres 2024 sebesar 84,82 persen.
Haruskah partisipasi politik pemilih pada setiap kontestasi politik tinggi? Padahal ada negara seperti Amerika Serikat yang partisipasi pemilihnya pada Pilpres jauh di bawah partisipasi politik Indonesia. Namun bukan pertanyaan tersebut yang akan dijawab dalam artikel ini.
Jika ada yang berpendapat bahwa partisipasi politik merupakan elemen vital dalam proses demokrasi, maka sebagai warga negara yang memiliki hak pilih sepakat dengan pendapat tersebut. Sementara kontestasi politik atau Pemilu seperti Pemilihan Legislatif, Pilpres dan Pilkada adalah salah satu saluran utama partisipasi politik di negara-negara demokratis. Rakyat yang berdaulat memberikan suaranya melalui partisipasi politik untuk memilih pemimpin dan wakilnya di parlemen.
Menurut pakar politik Miriam Budiardjo dalam buku Partisipasi dan Partai Politik, (1982) mendefinisikan partisipasi politik secara umum sebagai kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara dan, secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy).