Kekhawatiran Hilangnya Songket Marga Danau
“Saya melihat bahwa kualitas kain songket ditentukan juga oleh seorang penenun songket. Penenun membutuhkan konsentrasi, kerapian dan teliti dalam menenun songket. Sama seperti menganyam tikar purun yang sudah ada di Pedamaran”, katanya.
Menurut Agustina, menenun songket bukanlah pekerjaan sekali jadi, melainkan butuh waktu cukup lama. Kain tenun songket, satu helai misalnya membutuhkan waktu selesai sekitar 7 hingga 12 hari dengan jam kerja 8 sampai 12 jam per hari. “Ini berarti bahwa penenun tersebut pekerjaannya hanya semata-mata menenun. Inilah yang akan kita bangkitkan di Pedamaran”, ujarnya.
Tim Pengabdian Unsri akan mempersipakan ibu-ibu atau perempuan di Pedamaran bisa menenun songket, dan bapak-bapak sesekali dapat membuat ATBM. Sehingga, hal ini dapat meningkatkan ekonomi rumah tangga di kalangan pengrajin. “Sekaligus nantinya dapat melestarikan kembali songket Marga Danau di Pedamaran yang terancam hilang”, kata Agustina Bidarti dosen Agribisnis Unsri.
Sementara itu menurut Dedi Irwanto, songket Marga Danau ini bahan dan motifnya sama dengan songket Palembang. seperti, vegetable tumbuh-tumbuhan seperti pucuk rebung, tanaman pakis, bunga-bungaan dan daun-daunan atau geometris dan gabungan keduanya. Artinya, tak sulit mempelajarinya.
Dari aspek budaya, Dedi menjelaskan, songket juga bagi masyarakat Pedamaran merupakan bagian utama pada acara gegawaan, antar-antaran atau bawaan pengiring pengantin, dulu juga untuk emas kawin. “Dalam tradisi perkawinan di Pedamaran, terutama pada masa lampau, dikenal dengan antaran songket tujo turunan atau tigo turunan. Artinya songket begitu penting dan gunakan terus di Pedamaran, baik dalam adat perkawinan, tujuh bulanan, atau marhabanan”, katanya.