Ada Bidar di Palembang, ada Pacu Jalur di Kuansing
Lomba bidar yang mengarungi sungai Musi dengan mendayung sejauh 800 meter, start dimulai dari Pelabuhan 35 Ilir dan finish di pelataran BKB atau sekitar jembatan Ampera. Pada tahun 2024 panitia menetapkan perahu bidar yang digunakan panjangnya 29 meter dengan jumlah pendayung 55 orang dengan dua orang pemberi semangat berposisi di depan dan belakang bidar. Berhasil keluar sebagai juara pertama tim Kabupaten Ogan Ilir (OI) behak atas hadiah sebesar Rp25.000.000. Juara kedua diraih tim Kabupaten Pali A dan juara ketiga tim PUPR Kota Palembang, masing-masing menerima hadiah sebesar Rp22.500.000, dan Rp20.000.000.
Asal Usul Lomba Bidar
Mengutip wartawan pecinta sejarah, Dudi Oskandar jumlah tim peserta lomba bidar saat ini sangat jauh berbeda dengan era tahun tahun 1960-1970-an. “Pada masa lalu lomba perahu bidar di Palembang diikuti oleh puluhan tim. Sekarang jumlahnya lebih sedikit, tahun 2024 peserta lomba bidar kurang dari 10 tim”, katanya.
Menurutnya, lomba bidar makin lama makin sepi. “Ini disebabkan karena peserta lomba bukan lagi dari masyarakat tetapi atas nama perusahaan atau pemerintah daerah. Ditambah kurangnya perhatian dan pembinaan dari pemerintah menyebabkan melemahnya kualitas perlombaan bidar”.
Dengan jumlah yang tidak banyak tersebut, lomba bidar yang berlangsung setiap tahun telah mampu menjaga lomba bidar sebagai tradisi dan kearifan lokal di Palembang atau Sumsel.
Jika menelusuri asal-usul lomba bidar dengan pertanyaan kapan pertama kali diadakan? Maka jawabannya ada beberapa versi. Semuanya mungkin, benar karena memang lomba ini menggunakan perahu yang didayung beberapa orang melintas di sungai.
Kata “bidar” sendiri adalah kata yang dikenal pada lingkup masyarakat Melayu, selain di Palembang, kata “bidar” juga bisa ditemukan pada masyarakat seperti di Kalimantan Barat, bahkan di Singkawang juga ada lomba bidar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata “bidar” memiliki arti perahu perang atau sampan bidar.