Home > Literasi

Bagaimana Pustakawan Bekerja

Yang menyenangkan dari perpustakaan ini adalah jam makan siang tidak membuat layanan terhenti, meski sementara.

Oleh : Benny Arnas

Pengantar: Benny Arnas adalah sastrawan dan penulis Sumatera Selatan (Sumsel) yang bermukim di Lubuklinggau, kota berjarak sekitar 300 km dari Palembang. Sejak Mei 2024, Benny Arnas yang telah menulis 31 buku tengah berada di Eropa, ia residensi di Leiden. Di sana Benny Arnas mendatangi Universiteitsbibliotheek Leiden, untuk melakukan riset. Dari Leiden Benny Arnas menulis tentang perpustakaan yang kaya menyimpan pustaka dan literasi Indonesia masa lalu.

● ● ●

“Kamu orang pertama yang mengakses ini sejak didonasikan ke Leiden 70 tahun lalu”, kata Marie, wanita paruh baya yang bekerja di Special Collection Reading Room, seraya menyerahkan sebuah manuskrip dari tahun 1700-an.

“Anda bisa membantu saya,” kata saya dua jam kemudian ketika Katalog Manuskrip Melayu, Sumatra, & Minangkabau, susunan Sutan Iskandar, yang biasanya menjadi pegangan saya untuk melacak informasi terkait spesifikasi manuskrip tak menyediakan informasi yang saya cari. “Ini kodenya CB bukan KITLV atau or?” terang saya.

Ia memperhatikan kode koleksi manuskrip 1700-an di tangan saya itu. “You can continue your reading, Buddy,” katanya sambil tersenyum. “I’ll search the katalog for you. I’ll come to you soon”.

Pukul 12.30 alias dua jam kemudian ia menghampiri meja saya. Ia membawa buku babon berwarna hijau. Letters of Java.

“Kamu tidak makan siang, Marie?” saya mencoba mencairkan suasana.

“My turn is after Erl”, katanya sambil mambuka buku itu di hadapan saya.

Ah, yang menyenangkan dari perpustakaan ini adalah jam makan siang tidak membuat layanan terhenti, meski sementara.

“How could?” suara saya sedikit meninggi ketika ia menunjukkan temuannya di halaman awal buku itu. Ya, saya heran bagaimana naskah Palembang yang terbentang di atas bantal di hadapan saya itu, informasinya malah nyangkut di dokumen Jawa.

× Image