Mereka Ramai-Ramai Menjadi Amicus Curiae
Mengutip Soetanto Soepiadhhy dalam “Undang-Undang Dasar 45 Kekosongan Politik Hukum Makro” yang terbit tahun 2004 menjelaskan, bahwa praktik yang melibatkan Amicus Curiae berasal dari Hukum Romawi sejak abad ke-9. Awalnya praktik ini dimulai di negeri-negeri dengan sistem common law, khususnya di pengadilan tingkat banding atau pada kasus besar dan penting. Belakangan Amicus Curiae telah diatur oleh negara-negara dengan sistem civil law.
Dalam terjemahan bebas, Amicus Curiae diterjemahkan sebagai friends of the court atau sahabat pengadilan ada yang menyebut teman pengadilan, dimana pihak yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan.
Konsep Amicus Curiae adalah masukan dari individu maupun organisasi yang bukan bertindak sebagai pihak dalam perkara tetapi menaruh perhatian atau berkepentingan terhadap suatu kasus. Melalui mekanisme Amicus Curiae pengadilan diberikan izin untuk mengundang pihak ketiga guna menyediakan informasi atau fakta-fakta hukum berkaitan dengan isu-isu yang belum familiar.
Menurut Linda, ketika yang menjadi Amicus Curiae lebih dari satu orang atau dilakukan oleh sekelompok orang, maka penyebutannya sebagai Amicus Curiae, sedangkan pengajuannya disebut sebagai Amici(s).
Penggunaan Amicus Curiae atau pendapat dari sahabat pengadilan tersebut seperti yang tengah diajukan ke Mahkamah Konstitusi dapat digunakan oleh hakim sebagai bahan untuk memeriksa, mempertimbangkan serta memutus perkara.
“Hakim dapat menggunakan informasi dan kesempatan yang seluas-luasnya bagi para pihak yang merasa memiliki kepentingan dengan suatu kasus. Amicus Curiae ini berbeda dengan pihak dalam intervensi karena Amicus Curiae tidak bertindak sebagai pihak yang berperkara, tetapi menaruh perhatian terhadap suatu kasus secara khusus”, tulis Linda Ayu Pralampita.