Para Penerima Barokah Ramadhan
Oleh : Dr Yenrizal MSi (Dosen FISIP UIN Raden Fatah)
Alhamdulillah, Ramadhan tahun ini masih bisa membersamainya. Tak sedikit orang yang tak berkesempatan lagi ikut memeriahkan dan menangguk keberkahan di bulan suci tersebut. Kita-kita yang membaca tulisan ini, patutlah bersyukur. Kalaupun ibadah tidak optimal, paling tidak masih diberikan umur panjang.
Soal keutamaan Ramadhan, terutama berkaitan dengan status sebagai umat muslim dan hamba Allah SWT, tentu sudah banyak para ahli agama membahasnya. Begitupun, refleksi keagamaan seusai Ramadhan, masuknya bulan Syawal, kembali ke fitrah dan seterusnya, kiranya para khatib saat salat Id sudah tuntas membahas itu.
Seorang pujangga besar, Jalaluddin Rumi menyatakan dalam rangkaian kata indahnya, “Air berkata kepada yang kotor, ‘Kemarilah’”. Maka yang kotor akan berkata, “Aku sungguh malu”. Air berkata, “Bagaimana malumu akan dapat dibersihkan tanpa aku?”
Ini hikmah terbaik. Sepanjang hidupnya, namanya manusia pasti tak terlepas dari kesalahan, dosa, kekeliruan. Kesempatan di Ramadhan, sebagaimana disampaikan dalam pelajaran agama, adalah momentumnya membersihkan diri. Satu-satunya alat pembersih, secara harfiah, adalah air.
Andaikan Ramadhan diibaratkan sebagai air, maka itulah masanya manusia membersihkan diri, mencuci segala kekotoran. Tetapi, jika mendekati air saja ada rasa enggan, malas, dan bahkan menjadi beban tersendiri, kapan kah kekotoran itu bisa dibersihkan?
Ramadhan sudah usai, maka apakah ada rasa percaya diri muncul di hati kita? Andaikan tidak, jujurlah kita belum membersihkan diri atau menjadikan Ramadhan mampu membersihkan jiwa kotor itu.