Home > Politik

Pilkada Muba, Apriyadi dan Kotak Kosong (Protes di Bilik Suara)

Apakah ada dalam Pilkada, calon pasangan tunggal yang kalah oleh kotak kosong? Jawabannya, ada.
Apriyadi Pj Bupati Muba (tengah) yang disebut lembaga survei lokal elektabilitasnya tertinggi. (FOTO: Dok. Maspril Aries)
Apriyadi Pj Bupati Muba (tengah) yang disebut lembaga survei lokal elektabilitasnya tertinggi. (FOTO: Dok. Maspril Aries)

KINGDOMSRIWIJAYA – Selama Ramadhan di media massa lokal (cetak dan online) di Sumatera Selatan (Sumsel) ramai memberitakan tentang pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang masih delapan bulan lagi menjelang hari pemilihan pada 27 November 2024. Memilih isu atau topik pemberitaan pada Pemilu lokal bisa jadi karena Pemilihan Presiden dianggap sudah selesai walau persidangan PHPU di Mahkamah Konsitusi masih berlangsung.

Media massa tersebut mengangkat isu para bakal calon atau kandidat yang akan maju pada pemilihan Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) dan pilkada yang akan memilih bupati/ wali kota dari 17 daerah yang ada di daerah ini.

Mereka menulis berita Pilkada dengan berbagai sumber dari rakyat biasa, pengamat politik, lembaga survei sampai akademisi dari berbagai kampus dengan beragam latar belakang pendidikan. Wartawan membangun framing untuk melahirkan opini menjadi bahan diskusi di tengah masyarakat.

Pada suatu kesempatan menghadiri buka puasa bersama di sebuah restoran, topik hangat yang dibahas adalah seputar pilkada, seputar bakal calon kepala daerah yang akan berkompetisi pada Pilkada 2024 mendatang.

Membaca hasil liputan wartawan lokal di Sumatera Selatan tentang Pilkada 2024, ada satu pendapat yang menarik dan membuat pembacanya tersenyum.

Mengutip pendapat pengamat ada media massa menulis pada Pilkada 2024 Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) diprediksi bakal calon Apriyadi yang kini menjabat Penjabat (Pj) Bupati Muba akan melawan kotak kosong pada nanti. Alasannya: elektabilitas Apriyadi (hasil dari lembaga survei lokal elektabiltasnya tinggi) ini akan membuat kompetitor berpikir ulang alias gentar untuk maju.

Lantas pengamat politik lokal yang lainnya di media yang lain berpendapat: dalam politik semuanya bisa terjadi. Sepertinya pengamat ini berpegang pada adagium “Tidak ada kawan atau lawan abadi, yang abadi adalah kepentingan”.

× Image