Film Genre Horor Kiblat Ramai di Medsos
KINGDOMSRIWIJAYA – Dulu zaman Orde Baru (Orba) kata “Kiblat” menjadi nama sebuah majalah dakwah Islam. Masa itu Kiblat juga dipakai menjadi lambang partai politik setelah penguasa Orba memberlakukan fusi partai politik dari 10 menjadi dua partai politik dan satu golongan karya.
Kini pada era milenial kata “Kiblat” menjadi judul sebuah film nasional. Belum lagi film ini beredar ke publik di ruang publik sudah ramai, ada kontroversi ada protes pada film karya Sutradara Robby Prasetyo. Keramain tersebut diantaranya ada di media sosial (medsos). Protes, kritik dan kecaman bersahut-sahutan di sana, hampir semua isinya seragam mengirim pesan agar film ini ditarik dan tidak beredar di ruang publik.
Selain ramai di medsos, media massa pun riuh dengan protes film Kiblat. Ada beragam pernyataan tentang film Kiblat yang datang juga dari beragam tokoh. Seperti Ustaz Adi Hidayat yang dikutip Republika.co.id, “Sah-sah saja membuat sebuah judul yang menarik perhatian, tapi menjadi tidak sah jika bertentangan baik dengan nilai moral yang telah mengakar di masyarakat, apalagi nilai keyakinan tertentu”.
Politikus dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid menanggapi film Kiblat. Menurutnya, film tersebut mengandung nilai kontraproduktif dan tidak sesuai dengan budaya dan ajaran Islam. “Film Kiblat tidak relevan dan bahkan bertentangan dengan esensi dari makna 'kiblat' itu sendiri yang bermakna arah dan kedamaian”.
Film yang diproduki rumah produksi Leo Pictures yang bekerja sama dengan Legacy Pictures dan 786 Production dengan Sutradara Bobby Prasetyo juga mendapat respon dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan surat imbauan Nomor 01/MUI/II/2024 tanggal 23 Maret 2024 yang melarang penayangan film Kiblat. MUI menilai film tersebut tidak sesuai dengan syariat Islam dan berpotensi menyesatkan.