Zaman Kolonial, Palembang Ramai Pentas Drama Sejarah, Zaman Milenial Sepi
KINGDOMSRIWIJAYA – Pementasan seni drama para masa kini atau era milenial di Palembang ternyata kalah banyak dibanding pementasan drama pada masa kolonial. Fakta tersebut terungkap dari paparan Dedi Irwanto staf pengajar Pendidikan Sejarah pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sriwijaya (Unsri).
Dedi Irwanto yang menjadi nara sumber pada workshop bertema “Penulisan Naskah untuk Pementasan Drama Bergenre Sejarah Berdasarkan Historiografi di Kota Palembang” menilai, menilai ada penurunan pertunjukkan drama di masa kini dibanding masa kolonial di Kota Palembang.
“Ada dua penyebabnya. Pertama, ketiadaan naskah fundamental yang bisa dijadikan referensi. Kedua, langkanya pertunjukkan seni drama di tengah gempuran globalisasi seni saat ini”, kata Dedi Irwanto penulis beberapa buku sejarah tentang Palembang.
Dalam tinjauan kritis perjalanan drama dalam sejarah di Kota Palembang, staf pengajar FKIP Unsri menjelaskan, “Pada masa kolonial, banyak karya-karya pra-kolonial yang digali menjadi naskah drama. Misalnya naskah syair Abdul Muluk yang menjadi pakem Dulmuluk. Atau cerita-cerita rakyat yang menjadi dasar pertunjukan teater Bangsawan”.
Menurutnya, ada cerita Pangeran Buaya Putih versi Pemulutan atau Hang Tua pernah menjadi popular dalam pertunjukan Teater Bangsawan Palembang. “Teater Bangsawan ini berasal dari toneel yang sudah berkembang ketika Belanda masuk”.
Dedi memaparkan, Belanda sudah membuat pertunjukan toneel di kastel Batavia tahun 1619. Toneel ini populer di Singapura dengan oleh grup Miss Riboet yang mengadakan pertunjukan di Societiet (seperti balai kesenian) Palembang sejak awal abad 20. “Pementasan ini mempengaruhi teater khas Palembang, Bangsawan. Pertunjukan drama masa kolonial di Palembang cukup masif, sehingga Belanda membuat dua societiet, di samping BKB dan Plaju untuk pertunjukan drama tersebut”, ujarnya.
Sepinya pementasan seni drama di Palembang dan minim atau langkanya naskah drama bergenre sejarah tersebut mendorong Laboratorium Pendidikan Sejarah FKIP Unsri menyelenggarakan workshop selama satu satu hari yang diikuti 32 peserta serta 52 peserta lain mengikuti secara online. 32 Orang peserta workshop tersebut adalah mahasiswa Semester II Pendidikan Sejarah Unsri.