Sebuah Buku Tipis dari Walhi Sumsel tentang Energi Kotor
Selain pertambangan yang dilakukan perusahaan BUMN dan perusahaan swasta, di daerah ini juga ada pertambangan rakyat. Pada tahun 2020 ada 11 orang warga desa setempat tewas tertimpa longsoran dari pertambangan rakyat. Pertambangan rakyat tersebut memamng menghasilkan manfaat sosial (social benefit) miliaran rupiah. Namun dampak lingkungan dan sosial masyarakat (social cost) yang harus ditanggung masyarakat juga besar.
Selain pertambangan batu bara, di Kabupaten Muara Enim juga dibangunan PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) Sumsel 8 yang dibangunan BUMN tambang PTBA Tbk bekerjasama dengan perusahaan asing dari Tiongkok. Di kawasan tersebut juga akan dibangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) bernama Kawasan Industri Tanjung Enim (KITE) di atas lahan seluas 585 ha yang mencakup dalam empat desa, yaitu Desa Penyandingan, Desa Tanjung Lalang, Desa Pulau Panggung dan Desa Darmo.
Bahasan tentang energi kotor bisa dibaca pada Bab 2 Paradoks Biaya Sosial dan Manfaat Sosial. Pada bab ini dibahas tentang dampak lingkungan, dampak sosial dan manfaat sosial energi kotor batu bara.
Pada bahasan tentang energi kotor batu bara sangat sedikit data dan informasi yang tersedia. Tidak dijumpai penjelasan detil dan lengkap tentang energi kotor. Seperti apa itu energi kotor atau bagaimana energi kotor batu bara tersebut diproduksi.
Kemudian pada Bab 3 Biaya Sosial Lebih Besar dari Manfaat Sosial, isinya lebih banyak pada kajian ekonomi yang mencakup esensi cost and benefit analysis (CBA), tentang langkah-langkahdi CBA, manfaat CBA dalam aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan serta pendekatan qualitatif cost and benefit analysis (QCBA).
Ada juga Model Pengukuran dan Model Struktural dalam Analisis QCBA. Pada bagian ini ada hitung-hitungan yang menggunakan teori dan rumus-rumus ekonomi. Para penulis pada Bab 3 menuliskan, “Berdasarkan biaya manfaat sosial atau CBA maka secara sosial kegiatan pengusahaan energi kotor batu bara di wilayah sosial tidak layak secara sosial”.
Pada bab ini penulis merekomendasikan, “Secara menyeluruh pengusahaan pertambangan batu bara harus segera dievaluasi dan secara bertahap dihentikan untuk menjamin keadilan sosial bagi generasi yang akan datang”.
Walau buku ini secara umum membicara tentang pertambangan batu bara dan energi kotor, buku setebal 88 halaman dari Walhi Sumsel ini juga mengupas tentang energi bersih yang dituangkan pada Bab 4 dengan judul Menuju Energi Bersih.
Bab ini membahas tentang Indonesia maju tanpa energi kotor, tantangan transisi energi bersih. Pada Bab 5 yang berisi penutup dan saran, penulis memberikan saran kepada pemerintah daerah, masyarakat sipil dan pemerintah pusat.
Kepada pemerintah daerah saran yang disampaikan diantaranya, meningkatkan pengawasan dampak lingkungan dari tambanh dan PLTU yang berada di wilayah desa. Kepada masyarakat sipil, dari enam saran yang diajukan adalah mendorong gerakan untuk “Stop Investasi Batu Bara dan PLTU Mulut Tambang.
Kepada pemerintah pusat, tiga penulis buku memberi saran, diantaranya tidak ada lagi investasi baru PLTU mulut tambang dalam kaitannya dengan komitmen internasional bagi pengurangan emisi dan transisi menuju energi bersih.
Setelah membaca buku, jika akan dicetak ulang agar dilengkapi dengan data-data dari para penulis. Pada buku ini tidak tercantum data siapa itu M Subardin, Imam Asngari dan Yuliusman. Kemudian perlu juga dilengkapi dengan data indeks. (maspri aries)