Agus Fatoni dari Minat Baca, Gemar Membaca Cetak Generasi Unggul
Peringkat Minat Baca
Buku, membaca buku dan minat baca sebagai dunia yang sepi bisa terlihat dari data-data yang dikeluarkan beberapa lembaga di dunia. Berdasarkan penelitian World’s Most Literate Nations Ranked tahun 2016, pada peringkat negara dengan minat baca tertinggi du dunia, Indonesia peringkat-60 dari 61 negara. Di atas Botswana di bawah Thailand. Peringkat 1 – 5 adalah : Finlandia, Norwegia, Islandia, Denmark dan Swedia.
Kemudian data lainnya tentang literasi menunjukkan bahwa minat baca Indonesia menempati level bawah di antara negara lainnya di dunia. Data dari badan dunia Unesco menilai minat baca masyarakat Indonesia dinilai memprihatinkan dengan persentase 0,001%. Atau dari 1.000 orang di Indonesia, hanya ada satu orang yang rajin membaca.
Penelitian Program for International Stident Assesmment (PISA) tahun 2015 menyebutkan, Indonesia berada pada posisi 62 dari 70 negara yang diteliti dalam hal literasi. Skor literasi Indonesia 397 atau lebih rendah dari skor rata-rata 493.
Kemudian berdasarkan penelitian Skills Mater yang digagas oleh Organisation for Economic Co.-Operation and Develpoment (OECD) tahun 2016, bahwa hanya 1% orang dewasa di Jakarta yang mencapai tingkat kemahiran tertinggi dalam literasi yakni level 5. Mayoritas masyarakat Indonesia berada di level 1. Kemudian sejumlah 5,4% orang dewasa di Jakarta berada di level 3. OECD menetapkan lima level literasi: level 1 dan level 1-5.
Menurut M. Susan Burns dalam buku Starting Out Right (1998), minat baca merupakan sesuatu yang kompleks, yang melibatkan keterampilan membaca sekaligus lingkungan yang melingkupinya.
Bagaimana kondisi minat baca di Sumsel? Tidak ada data yang bisa dikutip. Namun bisa kita bercermin dari pernyataan aktivis Maman Suherman saat berkunjung ke Sumsel tahun 2017. Menurutnya, “Kebiasaan literasi setiap orang hendaknya bisa naik level. Tapi sayangnya, budaya literasi masih sangat rendah hampir di seluruh daerah di Indonesia termasuk di Pulau Sumatera”.
“Tiga bulan saya jalan-jalan di Sumsel, beberapa kabupaten saya singgahi, tidak lain ingin menularkan virus literasi. Kecenderungannya sama, hampir di setiap daerah sulit menemukan taman baca dan aktivitas membaca atau literasi masyarakatnya. Sayang jika bonus demografi dengan cakupan penduduk terbesar di kalangan usia produktif, yakni 13-38 tahun ‘kehilangan’ minat literasinya”, kata wartawan yang juga penulis novel berjudul “Re: dan peREmpuan”.
Bagi Maman Suherman yang akrab disapa Kang Maman, lemahnya literasi membuat generasi muda akan lemah pemahaman, rendah referensi yang berujung pada tingkat kesadaran sosial dan dan bisa lebih tinggi lagi akan banyak generasi muda yang rendah kesadaran politiknya.
Kang Maman sempat berkeliling Palembang, menurutnya, hampir sangat sulit mencari taman-taman baca di daerah-daerah, termasuk di Kota Palembang. Kondisi itu menurutnya, disebabkan belum meningkatnya pemahaman literasi masyarakatnya.
Harapannya semoga data yang dilansir tujuh atau delapan tahun lalu tersebut kini telah berubah. Untuk mengubahnya perlu ada dukungan bersama dari pemerintah, penggerak literasi dan stakeholder yang terkait dengan buku dan membaca.
Harapannya semoga data yang dilansir tujuh atau delapan tahun lalu tersebut kini telah berubah. Untuk mengubahnya perlu ada dukungan bersama dari pemerintah, penggerak literasi dan stakeholder yang terkait dengan buku dan membaca.
Mari kita melongok keluar melihat ke negara maju dengan minat baca yang tinggi. Pada negara-negara maju senantiasa memberikan kemudahan bagi masyarakatnya untuk mengakses berbagai bacaan dan membuat masyarakat terbiasa memperoleh segala informasi dengan cara membaca. Ini telah dibuktikan pada negara-negara maju.
Buku Jendela Dunia
Benar adanya yang disampaikan Agus Fatoni pada paragraf pertama tulisan ini. Mengutip Suherman dalam “Perpustakaan Sebagai Jantung Sekolah” (2009) menulis, “Buku adalah jendela dunia, merupakan pusaka kemanusiaan yang membuat peradaban berlangsung hingga hari ini, di dalamnya terkandung jiwa zaman di dalamnya sepanjang waktu”.
Buku adalah jendela dunia yang mengandung hikmah masa lalu. Penghargaan terhadapnya adalah pengagungan pada kemajuan bangsa. Buku adalah memori perdaban manusia. Thomas Carlyle mengatakan, “in book lies the soul of the whole past time”. Hanya dengan buku kita dapat menggenggam dunia, menjelajahi seluruh pemikiran dan imajinasi yang terhampar di jagat raya.