Erdogan dan Kudeta yang Gagal di Turkiye (Bagian 1)
Kudeta 15 Juli tersebut mengejutkan banyak pihak, apa lagi kudeta tersebut tidak sampai 24 jam sudah bisa diatasi. Kudeta tersebut disebut melahirkan pemenang baru, bukan militer yang menang sebagaimana kudeta militer pada beberapa negara yang sukses menumbangkan presidennya. Preiden Erdogan membalikkan keadaan dan justru mempecundangi militer yang berusaha mengkudetanya.
Dari berbagai dokumen yang tersiar tentang kudeta yang gagal ini, menurut Nuruddin Al Akbar dalam penelitiannyanya berjudul “Kudeta yang (dirancang) Gagal Dan Konsolidasi Rezim (Neo) Ataturk? Hizmet Gulen, Paralel State, dan Ambisi Terselubung Erdoga,” (2017) bahwa: (1) Kudeta direncanakan oleh sekelompok/ fraksi dalam militer Turki. (2) Keberadaan oknum/fraksi di tubuh militer yang melancatkan kudeta tidak dapat dilepaskan dari eksistensi paralel state (Applebay, Dueling Narratives: The Gulenist of The Hizmet Movement, 2015) di dalam tubuh negara Turki..
(3) Otak dari paralel state ini ialah Fethullah Gulen. Tokoh agamawan kharismatik yang kini tinggal di Amerika Serikat pasca perseteruannya dengan rezim Erdogan. (4) Kudeta berhasil digagalkan karena kuasa rakyat heroik, kesatuan sikap partai politik –termasuk oposisi-, dan kesetiaan aparat keamanan–termasuk institusi militer—pada pemerintahan Erdogan
Selama berlangsung drama kudeta militer 15 Juli 2016 nama Fethullah Gulen – tokoh pendiri Gulen Movement - mendadak mencuat, dan menjadi sosok kontroversial.
Menurut Akhmad Rizqon Khamami dalam, “Gulen Movement Sebagai Counter-Hegemony: Membaca Kudeta Turki 2016 Dengan Pendekatan Neo-Gramscian,” (2017), Gulen dituduh sebagai dalang kudeta. Salah satu penyebab tuduhan, karena Gulen Movement melakukan praktik infiltrasi (penyusupan) ke dalam tubuh militer, kepolisian, pengadilan dan lembaga negara lainnya.
Gulen Movement atas negara Turki dilihat oleh pihak lawan sebagai proyek hegemoni yang berbenturan dengan kelompok dominan yang sudah terlebih dahulu mapan, yaitu barisan Islam politik di bawah Presiden Recep Tayyip Erdogan. Gulen dianggap mewakili Islam kultural, dan Erdogan merupakan representasi Islam politik.
Recep Tayyip Erdogan sendiri adalah Presiden ke-12 Republik Turki dan menjadi presiden pertama negara tersebut yang dipilih langsung pada pemilu presiden 10 Agustus 2014, setelah sebelumnya selama 91 tahun Presiden Turki dipilih oleh parlemen. Erdogan terpilih sebagai presiden dengan memperoleh suara 52 persen mengalahkan dua calon lainnya.
Mengapa kudeta terhadap Erdogan pada 15 Juli 2016 gagal? Jawabannya, karena kekuatan kepemimpinan Presiden Recep Tayyp Erdogan yang berkolaborasi dengan kecintaan rakyat Turkiye terhadap negaranya.
Pada saat itu menurut Guru Besar UIN Ar-Raniry Banda Aceh Hasbi Amiruddin yang berbicara pada diskusi virtual Ottoman-Malay World Studies memperingati kudeta tersebut, “Erdogan adalah sosok yang sangat dicintai warganya karena berhasil mengatasi krisis ekonomi di Turki. Turki sendiri telah menjadi salah satu negara yang powerful dan Erdogan telah menjadi figur dalam dunia Islam.” (maspril aries)