Kejahatan Bibliocrime dan UU No. 43 Tahun 2007 (Bagian 2 Habis)
Untuk mencegah terjadinya tindakan bibliocrime salah satunya dengan meningkatkan penjagaan keamanan koleksi dan mengurangi tindakan bibliocrime yang akan terjadi. Sistem keamanan fisik dan sistem keamanan teknologi harus diterapkan, demikian pula dengan sistem keamanan prosedural juga harus ditegaskan untuk mengurangi tindakan bibliocrime di perpustakaan.
Secara umum perilaku bibliocrime yang terjadi di perpustakaan, menurut Listiyani dalam, “Penyalahgunaan Koleksi Perpustakaan : Studi Kasus Di Perpustakaan Umum Yayasan Lia Pramuka,” (2010), dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kemudahan akses, koleksi yang diminati, usia pemustaka, jam buka operasional, kurangnya pengamanan, kurangnya pelatihan staf dalam pencegahan kejahatan, fasilitas fotokopi, desain gedung dan ruang, serta peraturan perpustakaan.
Adapun faktor penyebab terjadinya tindakan bibliocrime di perpustakaan menurut Listiyani yaitu: a. Kemudahan akses Perpustakaan yang menerapkan sistem layanan terbuka bisa saja menjadi faktor yang menyebabkan pemustaka melakukan tindak bibliocrime.
b. Koleksi yang diminati, perpustakaan sebagai penyedia informasi yang beragam, tentunya akan memicu pemustaka untuk melakukan tindak bibliocrime. c. Usia Pemustaka, pada perpustakaan perguruan tinggi merupakan salah satu perpustakaan yang sebagian besar pengunjungnya adalah mahasiswa, sehingga hal ini akan menimbulkan potensi untuk melakukan penyalahgunaan koleksi perpustakaan.
d. Jam Buka Operasional, bahwa perpustakaan yang jam buka operasionalnya sampai malam bisa menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan perusakan terhadap fasilitas perpustakaan. Dan e. Kurangnya Pengamanan Penyalahgunaan koleksi perpustakaan yang terjadi di dalam perpustakaan bisa saja terjadi karena kurangnya pengaman dari pengelola perpustakaan dan pengamanan yang dimiliki perpustakaan.
Untuk menanggulangi perilaku bibliocrime dalam UU No.43 Tahun 2007 tidak menyebut dan tidak mengatur bibliocrime. Tak ada pasal yang bisa menjerat pelaku tindak kejahatan bibliocrime. Pada Pasal 6 (1) menyebutkan, “Masyarakat berkewajiban: a. menjaga dan memelihara kelestarian koleksi perpustakaan;” Kemudian pada huruf e menyebutkan, mematuhi seluruh ketentuan dan peraturan dalam pemanfaatan fasilitas perpustakaan; dan huruf f. menjaga ketertiban, keamanan, dan kenyamanan lingkungan perpustakaan.
Demikian pula pada Pasal 52 yang mengatur Ketentuan Sanksi, tidak ada sanksi tentang bibliocrime. Jadi tindak kejahatan bibliocrime sama halnya dengan tindak kejahatan atau tindak pidana umum yang sanksi dan hukumannya diatur dalam KUHP dan UU lainnya.
Jika kejahatan bibliocrime terjadi di lingkungan perpustakaan perguruan tinggi atau sekolah maka sanksi kepada pelakunya bisa dilakukan dengan merujuk pada peraturan yang ada di lingkungan lembaga pendidikan tersebut.
Pencegahan dan penangangan bibliocrime bisa pula dilakukan dengan menerapkan peraturan dan sanksi, memberi imbauan baik secara lisan ataupun tulisan, melakukan user education bagi mahasiswa baru yang berguna untuk mengenalkan berbagai koleksi di perpustakaan dan juga tata tertibnya. Menggunakan sistem keamanan baik itu dengan tenaga satpam, menggunakan Radio Frequency Identification (RFID) yang bisa mendeteksi kemana koleksi dibawa keluar perpustakaan dan menggunakan CCTV pada setiap sudut ruangan. (maspril aries)