Matinya Key Species Rimba Andalas di Jorong Tikalak (Bagian 1)
Harimau Sumatera atau harimau andalas yang hidup di rimba Andalas adalah salah satu jenis kucing besar yang masih tersisa hidup di muka bumi. Di Indonesia dua “saudara”-nya harimau jawa dan harimau bali sudah sejak lama dinyatakan punah.
Menurut J Seidensticker dan I Sujono dalam “The Javan Tiger and the Meru Betiri Reserve” (1980), harimau Bali (P.tigris Balica) dinyatakan musnah sejak tahun 1937 dan harimau Jawa (P.tigris sodaica) punah sejak 1970-an.
Mengutip The International Union for Conservations of Nature and Resources (IUCN), harimau Sumatera dinyatakan terancam punah (Critically Endangered) atau satwa langka yang kritis yang merupakan kategori tertinggi dari ancaman kepunahan. Laju deforestasi dan tingkat ancaman perburuan yang tinggi menyebabkan penurunan populasi harimau Sumatera di alam.
Konflik
Ada kabar harimau memangsa manusia yang terjadi kawasan hutan seperti hutan lindung, di perkebunan atau di kebun kopi warga tersebut dapat menjadi bukti adanya konflik antara manusia dan harimau disebabkan karena hutan lindung yang menjadi tempat habitat harimau terus berkurang. Akibatnya, ruang gerak binatang ini semakin sempit, sehingga kesulitan mendapatkan makanan. Inilah yang menyebabkan harimau sering mengamuk dan memangsa manusia serta hewan ternak milik warga.
Selain lahan yang berkurang tempat harimau “bercanda dan bermain” serta mencari makan, ancaman utama harimau adalah perburuan. Perburuan salah satunya dipicu, kenaikan harga kulit harimau di pasar gelap yang mendorong sekelompok manusia untuk melakukan perburuan secara ilegal, sehingga berdampak terjadinya penurunan jumlah populasi harimau andalas.
Juga terjadi perburuan terhadap harimau sumatera yang dianggap sebagai hama karena memangsa hewan ternak masyarakat, sehingga untuk mengatasi hama tersebut dengan cara harimau diracuni bahkan sengaja dipasang perangkap (jerat) oleh masyarakat sekitar hutan.
Namun di sisi lain, terhadap harimau Sumatera masyarakat berpandangan berbeda. Ada beda pandangan masyarakat sekarang atau era milenial dengan pandangan masyarakat pada masa lalu. Pada masa dulu terhadap harimau Sumatera pandangan masyarakat mereka mempercayai dan menganggap bahwa harimau Sumatera dapat dikatakan sebagai simbol dari kebudayaan dan merupakan sosok jelmaan dari roh nenek moyang (datuk) yang harus dihormati, bahkan harimau pada masa dulu sering dianggap sebagai penjaga suatu kampung.
Di Sumatera Selatan (Sumsel) harimau sumatera disebut dengan “Puyang,” di Sumatera Barat atau Minangkabau dipanggil dengan panggilan hormat “Inyiak Rimbo” atau “Datuk.” Di Jambi di sekitar Gunung Kerinci disebut dengan “Hang Tuo” (orang tua), di Riau disebut “Datuk Belang,” dan di Sumatera Utara dipanggil “Ompung” (kakek). Kini penghormatan itu kini sudah terlupakan.
Ciri Harimau Sumatera
Menurut Andrew Kitchener dalam “The Natural History of Wild Cats” sudah sejak lama harimau dipercaya sebagai satwa yang merupakan keturunan hewan pemangsa zaman purba yang dikenal sebagai “Miacids.” Miacids itu hidup pada akhir zaman Cretaceous kira-kira 70-65 juta tahun yang lalu semasa zaman dinosaurus di Asia Barat.
Harimau kemudian berkembang ke kawasan timur Asia di Cina dan Siberia, harimau tersebut bergerak ke arah hutan Asia Tengah di barat dan barat daya menjadi harimau Caspian. Ada yang bergerak ke arah kawasan pegunungan barat, dan seterusnya ke Asia tenggara dan kepulauan Indonesia. Sebagian lagi terus bergerak ke barat hingga ke India ( Hemmer,1987).
Harimau Sumatera adalah sub spesies yang habitat aslinya di pulau Sumatera, merupakan satu dari enam sub spesies harimau yang masih bertahan hidup hingga saat ini dan termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah (critically endangered) dalam daftar merah spesies terancam.