Perempuan untuk Rektor Unila 2023 - 2027
Nah gara-gara endorse-endorse seperti itu maka sang rektor pun terikat pada balas budi yang membuatnya tergelincir harus berurusan dengan hukum. Nama Unila pun tercemar, butuh waktu dan energi untuk memulihkannya. Ini menjadi PR bagi Rektor Unila terpilih periode 2023 – 2027.
Mengapa suara Mas Menteri Nadiem perlu diberikan kepada calon rektor perempuan? Ada beragam alasan kenapa Rektor Unila mendatang harus perempuan? Selain dua rektor perempuan di Unsri dan Unib, sekarang PTN-PTN di Indonesia sudah menjadi tren dipimpin rektor perempuan. Lihat saja di Jawa, tiga PTN top yang peringkatnya di atas Unila, rektornya perempuan.
Rektor Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof Dr Rina Indiastuti SE MSIE adalah rektor perempuan pertama dalam sejarah Unpad. Masih di Jawa Barat, ada Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Ir NR Reini Wirahadikusumah MSCE PhD juga tercatat sebagai rektor perempuan pertama di ITB yang memegang masa jabatannya periode 2020-2025.
Bergeser ke Yogyakarta, di kampus biru UGM rektornya juga seorang perempuan. Prof dr Ova Emilia M Med Ed Sp.OG (K) PhD terpilih sebagai Rektor UGM periode 2022 – 2027. Ova Emilia bukan rektor perempuan pertama di UGM melainkan yang kedua. Sebelumnya rektor perempuan dalam sejarah UGM adalah Prof Ir Dwikorita Karnawati MSc PhD yang kini menjabat Kepala BMKG.
Bergeser ke timur Indonesia, pada PTN yang ada di Sulawesi pernah dipimpin rektor perempuan. Pertama pada PTN terbesar di luar Jawa yaitu Universitas Hasanuddin (Unhas) di Sulawesi Selatan (Sulsel) pernah dipimpin Prof Dr Dwia Aries Tina MA perempuan pertama yang menduduki tampuk pimpinan tertinggi di Unhas untuk masa jabatan 2014-2018.
Di Sulawesi Utara juga ada rektor PTN seorang perempuan yaitu Prof Dr Ir Ellen Joan Kumaat MSc yang menjabat Rektor Unsrat (Universitas Sam Ratulangi di Sulawesi Utara (Sulut) selama dua periode (2014 – 2018 & 2018 – 2022).
Kemudian di Universitas Terbuka (UT) yang kampusnya tersebar di seluruh Indonesia juga pernah dipimpin rektor perempuan yakni Prof Ir Tian Belawati Med PhD yang menjabat dua periode 2009-2013 dan 2013-2017.
Ini era reformasi atau era milenial, seorang perempuan menjadi rektor PTN bukan suatu yang harus diperdebatkan. Pada masa Orde Baru berkuasa sudah ada rektor perempuan memimpin PTN. Rektor IKIP Jakarta sekarang Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pernah dipimpin rektor perempuan yaitu Prof Dr Conny R Semiawan yang menjadi rektor ke 9 IKIP Jakarta.
Di luar lingkup PTN seperti pada Perguruan Tinggi Islam Negeri juga ada dipimpin rektor perempuan, diantaranya Prof Dr Hj Amany Burhanuddin Umar Lubis Lc MA sebagai Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Prof Dr Nyayu Khodijah SAg MA menjabat Rektor UIN Raden Fatah Palembang. Keduanya menjadi rektor perempuan pertama di perguruan tinggi tempat mereka mengabdikan ilmunya.
Alasan Ilmiah
Selain alasan dan fakta yang terpapar di atas, alasan yang beraroma akademis atau beraroma ilmiah untuk memilih perempuan sebagai pemimpin atau Rektor Unila mendatang adalah seperti ditulis BM Bass dan BJ Avolio dalam “Improving Organizational Effectiveness: Through Transformational Leadership,” (1994) bahwa perempuan lebih memperlihatkan kepemimpinan transformasional dibandingkan laki-laki.
Pendapat itu dipertegas Sally A Carless dalam “Gender Differences in Transformational Leadership : An Examination of Superior, Leader, and Subordinate Persevectives,” (1998), menemukan bahwa manajer perempuan lebih menggunakan kepemimpinan transformasional dibandingkan manajer laki- laki.
Kalau ada yang bertanya apa itu kepemimpinan transformasional? Mereka yang ada di dalam kampus dijamin jago menjawabnya. Tapi mendiskusikan tentang itu capek dibuatnya. Kutip saja satu pendapat, Syahir Natsir seorang guru besar dalam “Kepemimpinan Transaksional dan Transformasional” (2001) menyebutkan, “Kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang dipertentangkan dengan kepemimpinan yang memelihara status quo.”
Kepemimpinan transformasional ini menurutnya, diartikan sebagai kepemimpinan sejati, karena kepemimpinan bekerja menuju sasaran pada tindakan mengarahkan organisasi kepada suatu tujuan yang tidak pernah diraih sebelumnya. Para pemimpin secara riil harus mampu mengarahkan organisasi menuju arah baru.