Tragedi dari Heysel, Hillsborough, Port Said sampai Kanjuruhan
Tahun 1990 dan 1991 sanksi terhadap klub-klub Inggris dicabut. Pada 2005 suporter Liverpool dan Juventus bertemu kembali di Stadion Anfield, Inggris pada babak perempat final Liga Champions. Sebelum pertandingan dimulai, suporter Liverpool membuat koreografi terbaca “Amicizia” yang berarti pertemanan. Ini membuat suporter Juventus yang datang di Anfield tak kuasa menahan haru. Mereka memberikan tepuk tangan yang meriah.
Pada masa itu Thatcher juga menegaskan ada faktor lain yang tidak kalah besar andilnya pada Tragedi Heysel, yaitu panitia penyelenggara yang tidak kompeten dan UEFA. Andai saja saat itu UEFA mau mendengar masukan kedua belah klub untuk berpindah stadion tragedi itu mungkin tidak terjadi.
Di tengah sanksi yang diterima Inggris tersebut di dalam negeri sendiri kompetesi masih berlangsung. Empat tahun kemudian kembali terjadi tragedi, kali ini terjadi di Inggris tepatnya di stadion Hillsborough.
Pada 15 April 1989 yang menjadi kandang klub Sheffield Wednesday akan berlangsung pertandingan babak semi final Piala FA yang mempertemukan Liverpool dengan Nottingham Forest. FA atau federasi sepak bola Inggris memilih tempat pertandingan netral yaitu stadion Hillsborough. Stadion ini dari Liverpool berjarak 2 – 3 jam untuk menjangkaunya dengan kendaraan umum.
Tiket pertandingan sudah terjual habis. Ribuan suporter dari kedua klub telah bergerak menuju kota Sheffield. Panitia telah membagi tribun untuk pendukung kedua tim. Suporter Nottingham Forest ditempatkan di sisi Spions Kop, sebelah sisi utara dan timur. Kemudian suporter Liverpool ditempatkan di tribun selatan (Leppings Lane) dan barat. Leppings Lane adalah tribun tempat suporter berdiri (standing terrace) yang bertingkat dengan kapasitas 10.100 orang.
Menjelang pertandingan ternyata, jumlah suporter Liverpool yang datang melebih dari tampung tribun yang disediakan. Stadion telah penuh oleh penonton, di luar stadion masih ada ribun suporter berusaha masuk ke dalam stadion yang telah sesak penonton. Kemudian polisi membuka pintu keluar yang menghubungan tribun 3 dan 4, lalu pendukung Liverpool yang masih berada di luar stadion terus memaksa masuk ke dalam tribun yang sudah penuh sesak. Penonton yang telah lebih dulu masuk stadion tergencet dan tertekan untuk makin ke depan mendekat ke pagar penghalang ke arah lapangan.
Pada saat pertandingan baru memasuki menit ke-5 tragedi itu terjadi tiang atau pagar penghalang di area 3 jebol dan mengakibatkan aliran penonton semakin terdorong ke depan, para suporter Liverpool berjuang menyelamatkan dirinya masing- masing dari gencetan dan injakan. Mereka yang berada di posisi depan tergencet, tertindih, dan terinjak oleh pendukung lainnya. Suporter bergerak sampai ke sisi pinggir lapangan.
Pasca kejadian itu tercatat ada 96 orang meninggal dunia dan 766 orang menderita luka-luka. Korban termuda berusia 10 tahun dan tertua 67 tahun. Salah satu dari korban meninggal adalah Jon-Paul Gilhooley yang berusia 10 tahun sepupu dari Steven Gerrard.
Tragedi Port Said
Tragedi sepak bola yang menewaskan suporter dan pendukung klub tidak hanya terjadi di Eropa, Amerika dan Asia. Di benua Afrika juga terjadi tragedi mengenaskan yang terjadi di Mesir dan Kongo. Yang sangat mengenaskan dengan jumlah korban yang besar terjadi di stadion Port Said, Mesir pada saat pertandingan lanjutan kompetisi Liga Utama mesir pada 1 Februari 2012. Port Said berjarak sekitar 200 km dari ibu kota Mesir, Kairo.