Ada 1.308 Perkara Pidana dan Perdata Dibawa Kementerian LHK ke PN
KAKI BUKIT – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen Gakkum), Selasa, 27 September 2022 dua orang tersangka dalam kasus pencemaran lingkungan yang terjadi di Kelurahan Pematang Pudu, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau.
Dua tersangka tersebut AN (40) General Manager dan EK (33) Direktur PT Sawit Inti Prima Perkasa (PT SIPP) industri pengolahan minyak mentah kelapa sawit (crude palm oil). Keduanya ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melakukan tindak pidana lingkungan hidup berupa dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup dan/atau melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.
Menurut Direktur Jendral (Dirjen) Gakkum Rasio Ridho Sani, atas perbuatannya kedua tersangka diancam hukuman 10 tahun penjara dan denda sebanyak 10 miliar rupiah.
Keduanya disangkakan melanggar Pasal 98 jo Pasal 116 Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja jo Pasal 55 KUHAP dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dengan denda paling banyak Rp10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah) dan/atau Pasal 104 berupa ancaman pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dengan denda paling banyak Rp3.000.000.000 (tiga miliar rupiah).
“Kedua tersangka, AN ditahan di Rumah Tahanan Bareskrim Polri dan tersangka EK di Rumah Tahanan Kelas I Salemba Jakarta Pusat,” kata Rasio Ridho Sani yang akrab disapa Roy.
Menurut Roy, penindakan terhadap kedua tersangka adalah bentuk keseriusan dan komitmen Gakkum Kementerian LHK untuk mencegah pencemaran lingkungan hidup. “Pencemaran lingkungan hidup merupakan kejahatan serius dan luar biasa karena merusak ekosistem, mengganggu kesehatan masyarakat dan merampas hak-hak warga negara untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta menimbulkan kerugian negara,” ujarnya.
Kasus penegakan hukum terhadap pimpinan PT Sawit Inti Prima Perkasa perusahaan pengolahan minyak mentah kelapa sawit atau CPO, adalah satu kasus pidana lingkungan terbaru dari ribuan kasus pelanggaran hukum lingkungan yang mencakup pelanggaran pidana dan perdata.
Dirjen Gakkum menjelaskan, komitmen Kementerian LHK dalam melakukan penegakan hukum guna mewujudkan hak masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sangat konsisten, dalam beberapa tahun ini melalui Ditjen Gakkum telah membawa 1.308 perkara pidana dan perdata ke pengadilan negeri (PN) di seluruh Indonesia, baik terkait pelaku kejahatan korporasi maupun perorangan.
"Kementerian LHK juga telah menerbitkan 2.446 sanksi administratif dan melakukan 1.854 operasi pencegahan dan pengamanan hutan, 706 diantaranya operasi pemulihan keamanan kawasan hutan. Sekali lagi kami harapkan penangan kasus ini akan menjadi pembelajaran bagi pelaku kejahatan lainnya. Kami tidak akan berhenti menindak pelaku kejahatan yang sudah merusak lingkungan, menyengsarakan masyarakat dan merugikan negara," kata Roy.
Dalam buku “Saatnya Berubah - Aksi Korektif Siti Nurbaya Mengelola Lingkungan Hidup dan Kehutanan” menyebutkan, dalam penegakan regulasi Kementrian LHK melakukan langkah korektif di bidang penegakan hukum untuk mendorong perubahan perilaku demi membangun budaya kepatuhan untuk mewujudkan Keadilan Lingkungan dan Kewibawaan Negara. Kekuatan penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan saat ini dicerminkan oleh adanya “Unit Kerja Spesialis” yaitu Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum).
Menurut Menteri Siti Nurbaya, unit kerja spesialis ini sangat efektif karena dapat lebih fokus kepada pencapaian misi unit kerja. Kekuatan lain adalah mandat penegakan hukum yang kuat yang diberikan kewenangannya oleh tujuh undang-undang diantaranya UU No. 5 tahun 1990, UU No. 41 tahun 1999, UU No. 32 tahun 2009, UU No. 18 tahun 2013. Selain itu juga digunakan UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, dan UU No. 8 tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang.