Ajari Saya Menulis Feature (Ficer)
Dalam perkembangannya, feature tersebut kemudian berkembang dengan dengan berbagai tipe. Ada Feature human interest, feature biografi, feature perjalanan, feature sejarah sampai feature petunjuk praktis yang berisi aneka tips, seperti feature kerajinan tangan merangkai bunga sampai memasak dan sebagainya. Juga ada feature bersifat ilmiah.
Harus diingat seorang jurnalis atau wartawan dalam menulis feature atau ficer atau karangan khas tentang perbedaan penting yang dapat dijadikan kelebihan dibanding dengan berita atau tulisan yang lain. Diantaranya, feature tidak memiliki ketergantungan dengan waktu. Ini berbeda sekali dengan berita lain yang sangat tergantung dengan waktu. Karangan khas relatif tidak akan pernah basi karena cara penyajiannya berbeda dengan berita straight news. Suatu berita bisa menjadi tidak menarik jika telah “basi.” Feature ditulis agar berita tidak menjadi basi dan dapat dinikmati kapan saja.
Seorang wartawan dalam menulis feature menurut Dja’far H. Assegaf, harus mengerti bagaimana alur yang dibuat agar tulisannya mengalir tidak tersendat-sendat, gagap dan bahasanya enak dibaca. Sehingga memungkinkan pembacanya untuk dibawa kedalam suatu alunan yang tidak terasa dan informasi yang dikehendaki dapat dengan mudah masuk ke dalamnya.
Dari segi bahasa harus diingat bahwa ragam bahasa jurnalistik dalam feature lebih mengarah pada jurnalisme sastra. Jadi berbeda dengan menulis berita (news) yang ditulis dengan menggunakan bahasa jurnalistik yang sifatnya lurus, lugas, ringkas, tembak langsung (to the point), formal, sederhana, dan demokratis. Juga karya jurnalistik feature berbeda dengan karya fiksi, feature bukan cerpen atau cerita bersambung atau novelet.
Bagaimana mau menulis feature dengan ragam bahasa jurnalisme sastra jika wartawannya tidak pernah menulis atau membaca karya sastra seperti cerita pendek (cerpen) atau novel. Mengaku bisa menulis feature tapi tidak pernah membaca karya sastra itu adalah salah satu kebohongan terbesar dari seorang wartawan atau jurnalis.
Untuk gaya bahasa dalam menulis feature ada memiliki beragam jenis gaya bahasa. Dalam pelajaran Bahasa Indonesia di bangku SMA dulu dipelajari aneka jenis gaya bahasa. Bisa jadi ada lebih dari 10 gaya bahasa bisa digunakan dalam menulis sebuah feature. Ada gaya bahasa perumpamaan, gaya bahasa metafora, gaya bahasa hiperbola, gaya bahasa personifikasi, gaya bahasa antitesis, gaya bahasa pleonasme, gaya bahasa litotes, gaya bahasa paradoks, gaya bahasa sinisme, gaya bahasa klimaks, gaya bahasa eufemisme dan lainnya.
Karya jurnalistik berupa feature juga memiliki beberapa ciri yang membedakannya dengan tulisan yang lain yang tersaji di media massa, yaitu kreatif, subyektif, informatif, mendidik, menghibur, awet, ditulis berdasarkan fakta, tidak tentu panjangnya, dan gaya penulis yang tidak kaku yang berbeda dengan berita lempang (straight news)
Kemudian dalam penulisan feature jika merujuk pada teori yang ada seperti dalam buku Teknik Penulisan Feature (Karangan Khas) (1999) karangan Andi Baso Mappatoto menjelaskan bahwa suatu tulisan feature memiliki gaya bangunan. Ada empat gaya bangunan di karangan feature, yaitu gaya bangunan piramida terbalik, piramida biasa, segi empat, dan pola piramida kronologis.
Dalam menulis berita feature memiliki struktur penyusun yang sama, mulai dari judul, pembuka, tubuh dan penutup. Jika menurut Asep Syamsul Romli, pola yang membentuk atau menulis berita feature terdiri dari judul (head), bridge (jembatan antara lead dan body), tubuh tulisan (body), dan penutup (ending).
Semoga bisa dimengerti. (maspril aries)