Home > Politik

Masa Orba Jilbab Dilarang, Masa Reformasi Paskibraka Harus Lepas Jilbab

Hebohlah media massa dan media sosial, wacana publik ramai mempertanyakan adanya pelarangan anggota Paskibraka putri HUT ke-79 Republik Indonesia memakai jilbab,

Presiden Joko Widodo berfoto bersama anggota Paskibraka 2024 seusai upacara pengukuhan di Istana Negara, Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, Selasa (13/8/2024). Presiden mengukuhkan 76 anggota Paskibraka 2024 yang nantinya akan bertugas di Istana Negara, IKN pada 17 Agustus 2024. (FOTO: Biro Pers Istana)
Presiden Joko Widodo berfoto bersama anggota Paskibraka 2024 seusai upacara pengukuhan di Istana Negara, Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, Selasa (13/8/2024). Presiden mengukuhkan 76 anggota Paskibraka 2024 yang nantinya akan bertugas di Istana Negara, IKN pada 17 Agustus 2024. (FOTO: Biro Pers Istana)

Lalu banyak kasus lainnya yang menimpa pada pelajar putri yang ke sekolah memakai jilbab. Akhirnya Kementerian P dan K pada tahun 1991 menerbitkan SK No.100/C/Kep/D.1991 yang mengizinkan pemakaian jilba di sekolah-sekolah negeri.

Terbitnya SK No.100 menurut Ela Nurlatifah merupakan kemenangan bagi siswi-siswi yang memakai jilbab ke sekolah, karena usailah sudah diskriminasi dari pihak sekolah terhadap siswi sekolah negeri yang mengenakan jilbab yang diyakini sebagai bentuk ketaatan mereka terhadap agama Islam yang mereka anut.

Diskriminasi

Jadi jika pemakaian jilbab dilarang masa Orde Baru, kemudian pada masa reformasi masih dilarang, itu sama saja dengan mengirimkan kembali otak kita sebagai bangsa ke masa lalu. Pada era milenial, jilbab telah menjadi identitas bagi kaum Muslimah di Indonesia dan ada juga menjadikan jilbab sebagai way of life. Perempuan dalam Islam diwajibkan menutup aurat dari ujung kepala sampai ujung kaki kecuali wajah dan telapak kaki. Pemakaian jilbab salah satu usaha perempuan untuk menutup aurat bagian kepala.

Jika terjadi pelarangan menggunakan jilbab bagi perempuan muslim dalam segala aktivitasnya, maka itu adalah salah satu bentuk diskriminasi kepada perempuan.

Mengutip penelitian Muhammad Ihsanul Arief dan Gt. Muhammad Irhamna Husin berjudul “Agama dan Sistem Pendidikan Nasional (Kasus Pelarangan Jilbab Di Sekolah)” (2019), jilbab bagi seorang muslimah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari dirinya. Memakai jilbab bisa menjadi identitas bagi seorang perempuan muslim. Selain itu bisa pula merupakan bentuk prinsip atas pengamalan ajaran agama yang diyakini. Islam memiliki aturan bahwa setiap perempuan yang sudah balig untuk menutup aurat, tidak terkecuali kepala.

Seorang perempuan yang telah memantapkan hati untuk memakai jilbab, tentu akan mempertahankannya bila ada pihak lain yang mengusik. “Jika pemakaian jilbab tersandung dengan sistem yang mengharuskan untuk melepaskannya, maka akan menimbulkan polemik yang serius”. Polemik yang terjadi pada pelepasan jilbab pada 18 anggota Paskibraka putri nasional di IKN itulah buktinya. (maspril aries)

× Image