Masa Orba Jilbab Dilarang, Masa Reformasi Paskibraka Harus Lepas Jilbab
Meskipun demikian, jilbab pada masa Orde Baru menyebar pemakaiannya tidak hanya di kalangan perempuan muslim dewasa tapi juga menyebar di kalangan perempuan siswa sekolah dari SMP dan SMA. Semakin dikenal luasnya jilbab dan semakin banyaknya perempuan muslim memakai jilbab tidak terlepas peran dari aktivis di lingkungan Masjid Salman ITB dan PII (Pelajar Islam Indonesia).
Penelitian Yulia Hafizah berjudul “Fenomena Jilbab dalam Masyarakat Kosmopolitan: Interpretasi Teks dan Konteks Atas Ayat Jilbab” (2018) menyebutkan fenomena pemakaian jilbab yang semakin marak di Indonesia dipotret penyair Taufiq Ismail dengan puisi berjudul “Aisyah Adinda Kita” yang kemudian menjadi lagu sangat populer dinyanyikan dengan sangat syahdu oleh kelompok musik Bimbo pada tahun 80-an tersebut.
Maraknya pemakaian jilbab pada tahun 80-an tersebut mendapat tentangan dari penguasa Orde Baru khususnya pada kurun 1982 – 1991. Pemakaian jilbab pada masa itu mendapat tekanan, pelarangan dan kekerasan. Tahun 1982 tepatnya tanggal 17 Maret 1982 Pemerintah melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (P dan K) yang dipimpin Menteri Daoed Joesoef mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 052/C/Kep/D/82, yang mengatur bentuk dan penggunaan seragam sekolah di sekolah-sekolah negeri. Terbitnya SK tersebut sebagai bentuk kebijakan untuk menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan diantara murid.
Sebelum keluarnya SK tersebut, peraturan seragam sekolah ditetapkan oleh masing-masing sekolah negeri secara terpisah. Dengan adanya SK tersebut, maka peraturan seragam sekolah menjadi bersifat nasional dan diatur langsung oleh Departemen P dan K.
Mengutip Alwi Alatas dalam ”Penelitian Kasus Jilbab di Sekolah Negri di Indonesia Tahun 1982- 1991” SK tersebut secara literal tidak melarang jilbab, namun hampir tidak memberikan kemungkinan untuk menggunakan seragam sekolah dalam bentuk lain, termasuk kemungkinan mengenakan jilbab.
Jika sebelum keluarnya SK sudah mulai bermunculan kasus-kasus pelarangan jilbab, maka setelah keluarnya SK semakin banyak siswi berjilbab yang memperoleh teguran, pelarangan, dan tekanan dari pihak sekolah.
Terbitnya SK No.052 tidak terlepas pemerintahan Orde Baru dalam melihat aktivisme umat Islam sebagai ancaman bagi kestabilan politik dari pada sebagai mitra. Ini tidak terlepas dari konsep Trilogi Pembangunan yang diusung Orde Baru, yaitu pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional.