Home > Literasi

Novel Biografi HR Rasuna Said Singa Podium Cara Khairul Jasmi Berkias

Pada 1948 itu negara sedang genting, perundingan dengan Belanda bak ketiak ular, tak selesai-selesai.
Novel biografi “HR Rasuna Said Singa Podium” karya Khairul Jasmi. (FOTO: Maspril Aries)
Novel biografi “HR Rasuna Said Singa Podium” karya Khairul Jasmi. (FOTO: Maspril Aries)

KINGDOMSRIWIJAYA – Membaca novel biografi karya Khairul Jasmi berjudul “HR Rasuna Said Singa Podium” bukan hanya sekedar menikmati cerita, menikmati kisah namun juga menikmati diksi, kata atau bahasa. Bahasa dalam novel ini menjadi alat komunikasi sekaligus menjadi sarana untuk berperan, berekspresi, berinteraksi, menyampaikan ide dan melakukan proses transmisi budaya kepada generasi berikutnya yang digunakan oleh kelompok manusia atau masyarakat.

Mengutip Edwar Sapir dalam “Language” (1921), bahasa adalah metode atau alat penyampaian ide, perasaan, dan keinginan. Bahasa juga sebagai penanda yang jelas dari kepribadian manusia, penanda budayanya, dan juga sebagai penanda dari keluarga dan bangsa serta tanda dari budi kemanusiaan manusia sebagai makhluk sosial.

Bahasa menjadi sebuah bentuk produk sosial atau budaya, bahkan merupakan bagian tak terpisahkan dari kebudayaan yang melahirkan keberagaman berbahasa. Bahasa juga merupakan alat untuk mengungkap dan mengekpresikan makna budaya suatu kelompok sosial dan masyarakat sekelilingnya. Pengungkapan makna budaya melalui bahasa setiap individu

Membaca novel biografi setebal 436 halaman ini, saya menemukan apa yang semua ditulis Edwar Sapir. Bagi mereka yang belajar di bidang linguistik atau sosiolinguistik yang melakukan studi pemakaian bahasa boleh membaca novel ini dan layak menjadikan sebagai obyek dari kajian ilmiahnya.

Bahasa Kiasan Minangkabau

Ada sebuah kalimat menarik ditulis Khairul Jasmi dalam novel biografi pahlawan nasional asal Minangkabau, yaitu: “Pada 1948 itu negara sedang genting, perundingan dengan Belanda bak ketiak ular, tak selesai-selesai. Banyak benar gaya Belanda jika hendak berunding, sementara pejabat Indonesia sangatlah sibuk”. (Halaman 286).

× Image