Seniman dan Pelaku Seni Menggugat Ekosistem Teater di Sumsel
Pembicara lain, Toton Dai Permana menilai ketika bicara ekosistem berkesenian sifatnya normatif dan tergantung daerahnya. “Saya pikir sekarang sudah bagu , sudah lumayanlah, tapi itu tetap harus dibangun terus biar lebih kondusif ”, katanya.
Menurut Toton yang juga sutradara teater, peran pemerintah dalam kebudayaan dan kesenian harus ditingkatkan dan harus memperhatikan kehidupan berkesenian di Sumsel. “Seniman tidak perlu masuk dunia politik, tapi tergantung manusianya”.
Sementara itu Ketua Dewan Kesenian Palembang (DKP) Hasan menjelaskan, diskusi teater belangsung berkat kerjasama antara DKP dan Perkumpulan Nasional Teater Indonesia (Penastri). “Programnya program Penastri, tujuannya untuk membangkitkan ekosistem kesenian terutama teater di Sumsel dan Palembang”, katanya.
Hasan menilai iklim teater di Palembang sudah berjalan cuma kadang berjalan lambat, kadang cepat. “Itu dilihat dari suasana, itu yang harus di didorong dan dibangun terus, itu point dari pembicara Toton, yaitu terus kreatif dan bergerak, kalau tidak bergerak menunggu, nah itu yang tidak jalan, ini harus bersama sama dan didobrak, terutama pemerintah harus terus didorong,” ujarnya.
Metron Masdison Wakil Ketua Penastri mengatakan, “Diskusi dengan isu teater ini, digelar guna menghimpun problematika ekosistem yang ada di Indonesia. “Kami sudah mengadakannya di 18 kota, tapi itu daring sekarang luring ada empat kota yaitu Banjarmasin, Palembang, Ternate dan terakhir Kendari”, katanya.
Menurutnya, kegiatan yang dilaksanakan dalam bentuk diskusi dengan temanya beda-beda tiap lokasi, “Temanya tidak semua sama, kami menyerap intinya, mapping isu-isu persoalan teater yang ada di Indonesia. Kegiatan kita ini didukung dana Indonesiana. Di sini kita kerjasama dengan Dewan Kesenian Palembang, Yayasan Lacak Budaya Sriwijaya dan Studio Hanafi”, ujarnya. (D Oskandar)