Home > Bisnis

Jeruk dari Air Talas

Tanaman jeruknya yang tengah berbuah akan panen pada bulan Juni atau Juli 2024 bisa menghasilkan buah buah jeruk sampai lima ton atau enam ton dari lahan seluas 500 meter.
Produk dari olahan buah jeruk menjadi kue pie jeruk dan sirop jeruk. (foto: Maspril Aries)
Produk dari olahan buah jeruk menjadi kue pie jeruk dan sirop jeruk. (foto: Maspril Aries)

KINGDOMSRIWIJAYA – Seorang pria dewasa berkaos oblong hitam datang menghampiri meja bagian belakang dan menyalami tamu yang duduk melingkar pada sebuah meja bertempat di balai desa pada acara “Field Trip FJM Sumsel 2024 SKK Migas Sumbagsel – KKKS”. Pria itu memakai udeng, yaitu topi khas dari kain bermotif batik yang umum dikenakan oleh pria Bali dari berbagai lapisan masyarakat.

Pria itu memperkenalkan dirinya bernama Ketut Yarsa Dana. “Dari nama saya, anda-nada pasti tahu saya anak nomor berapa?” katanya sambil tersenyum.

Di Bali, “Ketut” adalah nama yang melekat pada anak keempat. Ketut berasal dari kata kuno “Kitut” yang berarti sebuah pisang kecil di ujung terluar dari sesisir pisang. Dari website setda.bulelengkab.go.id menjelaskan, Ketut adalah anak “bonus” yang tersayang. Karena program KB yang dianjurkan pemerintah, semakin sedikit orang Bali yang bernama Ketut.

Jika Jika Anda berkunjung ke Bali atau ke desa-desa tempat bermukim masyarakat Bali di luar pulau Bali, akan sering mendengar mendengar nama-nama khas Bali mulai Wayan, Made, Nyoman, Ketut, Ida Bagus, dan sebagainya.

Ketut Yarsa (64) yang berasal dari Bali, dia sudah lama tinggal dan menetap di sebuah desa dalam wilayah Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan (Sumsel) tepatnya di Desa Air Talas, Kecamatan Rambang Niru.

“Kami di sini yang berasal dari Bali adalah transmigran yang ikut Progam Transmigrasi PIR. Generasi muda sekarang tidak tahu apa itu PIR?”, katanya. Transmigrasi PIR adalah program pemerintah untuk Perkebunan Inti Rakyat atau PIR.

Ketut bercerita, warga asal Bali di Air Talas datang ke desa tersebut pada tahun 1987. Ia masih ingat saat keberangkatannya dari pulau Bali menuju ke tanah harapan yang ada di pulau seberang, pulau Sumatera, tanggal 22 Oktober 1987 memimpin 100 orang warga Bali untuk bertransmigrasi ke Sumatera Selatan (Sumsel).

“Setelah menempuh pelayaran di laut dengan kapal rombongan kami tiba di Pelabuhan Boom Baru Palembang, dengan perjalanan darat kami menuju Rambang Dangku. Dulu sebelum pemekaran, wilayah ini masuk dalam Kecamatan Rambang Dangku, sekarang masuk Kecamatan Rambang Niru”, ujarnya mengenang masih lalu yang masih terpatri dalam ingatannya.

× Image