Konflik Gajah vs Manusia di OKI, Puskass Cari Akar Masalahnya
“Kalau sekarang untuk mengalau gajah. Harus dengan berbagai cara dan berganti strategi. Kalau bulan depan harus pakai tetabuhan kaleng, bulan berikutnya perlu mercon demikian seterus”, kata Ali Goik yang juga aktivis lingkungan, Jumat (10/5).
Sementara itu menurut budayawan Vebri Al-Lintani, pada masa lalu ada harmonisasi antara kehidupan gajah dan manusia di Sumatera Selatan. “Gajah itu hewan cerdas. Ia merasa terganggu kalau diusik”, katanya.
Vebri mengutip cerita dari tradisi lisan yang beredar di masyarakat tentang tokoh Si Dasir. “Si Dasir mati karena mengusik gajah. Selain itu, dalam sejarah Raja Sriwijaya, Shih-ling-chia dikatakan menaiki gajah jika melakukan perjalanan jauh. Artinya, sejak masa lampau gajah sudah mendukung kehidupan manusia di Sumatera Selatan. Bukan berkonflik”, ujarnya.
“Jadi jika ada konflik manusia dan gajah”, menurut Vebri, “Maka harus dicari solusi budayanya yang pas”.
Penelitian dari Puskass akan mencari akar persoalan dari konflik antara gajah dan manusia khusus di tengah pemukiman masyarakat Air Sugihan. Coba dicari akar masalahnya. Tim Puskass juga melihat dalam penanganan konflik gajah vs manusia, terkesan saling lempar tangan penanganan.
“Oleh sebab itu tim Puskass melakukan kajian dengan mencari akar konfliknya sekaligus berbagai kearifan lokal tentang gajah. Sehingga dapat dilakukan saran-saran dalam penanganan gajah di sana”, kata Ketua Tim Puskass Dedi Irwanto.