Tonton Tiga Pakar Hukum HTN Berperan di Film Dirty Vote
Sementara itu menurut Sutradara Dirty Vote Dandhy Laksosno, “Seyogyanya Dirty Vote akan menjadi tontonan yang reflektif di masa tenang pemilu. Diharapkan tiga hari yang krusial menuju hari pemilihan, film ini akan mengedukasi publik serta banyak ruang dan forum diskusi yang digelar. Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres. Tapi hari ini, saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara”, katanya.
Film Dirty Vote merupakan film dokumenter keempat yang disutradarai Dandhy Laksono dengan mengambil momentum pemilu. Tahun 2014 Dandhy lewat rumah produksi WatchDoc meluncurkan film “Ketujuh”, masa itu dimana kehadiran Jokowi dielu-elukan sebagai sosok pembawa harapan baru.
Kemudian pada 2017, Dandhy menyutradarai “Jakarta Unfair” tak berapa lama menjelang Pilkada DKI Jakarta. Dua tahun kemudian melahirkan film dokumenter berjudul “Sexy Killers”. Film Dirty Vote berbeda dengan film-film dokumenter sebelumnya diproduksi WatchDoc dan Ekspedisi Indonesia Baru, maka film ini lahir dari kolaborasi lintas CSO.
Menurut Joni Aswira Ketua Umum SIEJ sekaligus produser, Dirty Vote film dokumenter yang memfilmkan hasil riset kecurangan pemilu yang selama ini dikerjakan koalisi masyarakat sipil. Biaya produksinya dihimpun melalui crowd funding, sumbangan individu dan lembaga.
“Biayanya patungan. Selain itu Dirty Vote juga digarap dalam waktu yang pendek sekali sekitar dua minggu, mulai dari proses riset, produksi, penyuntingan, hingga rilis. Bahkan lebih singkat dari penggarapan film End Game KPK yang diproduksi tahun 2021”, katanya.
20 lembaga yang terlibat kolaborasi dalam film ini adalah Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Greenpeace Indonesia, Indonesia Corruption Watch, Jatam, Jeda Untuk Iklim, KBR, LBH Pers, Lokataru, Perludem, Salam 4 Jari, Satya Bumi, Themis Indonesia, Walhi, Yayasan Dewi Keadilan, Yayasan Kurawal, dan YLBHI.