Mau Tahu Film Biopik, Ayo Nonton Film Buya Hamka (Bagian 1)
Film sendiri adalah karya seni yang mampu membuat realita kehidupan terlihat nyata, tulis Sutrisno dalam “Esai untuk Negeri.” Film juga merupakan produk industri kreatif yang menghadirkan gambar hidup mengenai nilai-nilai kehidupan dari perilaku individu atau komunal melalui bahasa film, sehingga film mampu membuat penonton dapat menembus ruang dan waktu, dan larut dalam cerita yang disajikan.
Film saat ini juga menjadi salah satu produk unggulan di era industri kreatif. Karena salah satu subsektor dalam industri kreatif adalah kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi, produksi video, film, dan jasa fotografi, serta distribusi rekaman video, film dan hasil fotografi.
Pada banyak teori menyebutkan, film memiliki fungsi-fungsi yang menjadi kekhasan dari perilaku komunikasi massa, antara lain: (1) to inform (menginformasikan), (2) to entertain (memberi hiburan), (3) to persuade (membujuk), dan (4) transmission of the culture (transmisi budaya).
Dalam realitasnya, film memberi informasi, hiburan, ajakan, dan menjadi media transmisi budaya, meskipun film merupakan karya seni yang mengandung konsep dan fungsi-fungsi kemanusiaan, pendidikan, sosial, ekonomi, ideologi, kebudayaan, sejarah, lingkungan, dan politik pada zamannya sebagai komodifikasi isi film.
Film juga hadir sebagai media yang tidak saja memiliki fungsi seni hiburan massa, melainkan juga mengandung tatanan ideologi yang sarat dengan ikonik-ikonik dan simbolik-simbolik yang bersifat idealisme representatif dari mimetisme kehidupan suatu zaman.
Menurut Bambang Aris Kartika dalam “Sastra Biografi dan Film Biopik: Adaptasi Karya Kreatif Historiografi Biografi Indonesia antara Kepentingan Identitas Kebangsaan Dan Fetisisme Komoditas (Kajian Atas Penakluk Badai Novel Biografi KH. Hasyim Asy’ari dan Film Sang Kiai)” (2017), tahun 2000-an muncul tren penulisan sastra biografi dan film-film biopik di Indonesia, dengan satu figur tokoh menjadi obyek estetika bagi produksi sastra biografi dan film biopik.
Mengutip laporan sebuah media cetak yang terbit tahun 2016, “Kesadaran tentang bangkitnya berbangsa seolah kembali digairahkan oleh kalangan sineas setelah lebih dari 22 tahun vakum, melalui produksi film epik tentang kepahlawanan. Film adalah media yang tidak saja memiliki fungsi seni hiburan massa, melainkan juga mengandung tatanan ideologi yang sarat dengan ikonik-ikonik dan simbolik-simbolik yang bersifat idealisme representatif dari mimetisme kehidupan suatu zaman.” (maspril aries)