Terapkan Pidana Pelanggaran HAM pada Tragedi Kanjuruhan
Pasal 340 KUHP
Advokat Antoni Toha melihat apa yang terjadi di stadion Kanjuruhan dari banyak video yang beredar, “Ada kepanikan pada polisi yang melakukan pengamanan. Sangat disayangkan jika ancaman seringan itu. Benar harus diarahkan pada penerapan pasal pelanggaran HAM,” katanya.
Bahkan menurut advokat Hatta Nahrowi, kepada tersangka bisa juga diterapkan pasal 340 KUHP adanya pembunuhan berencana. Usulan Hatta tersebut senada dengan sikap Aremania yang menolak jalannya rekonstruksi dengantidak menggambarkan adanya penembakan gas air mata ke tribun. Pada Aremamani mendeka dikenakan Pasal 340, pasal pembunuhan berencana.
Menimpali pernyataan tersebut, Qusoy salah seorang pimpinan suporter Sriwijaya FC menyatakan bahwa yang terjadi di stadion Kanjuruhan bukan bentrok antar suporter. “Malam itu setelah Arema FC kalah dari Persebaya, suporter yang masuk ke lapangan bukan hendak membuat rusuh atau mengganggu pemain lawan, karena pemain Persebaya sudah tidak ada di lapangan, mereka sudah ke luar stadion. Bisa saja Aremania yang masuk ke lapangan ingin berfoto selfie dengan pemain idola mereka,” ujarnya.
Hal yang sama menurutnya pernah terjadi saat laga Sriwijaya FC melawan PSMS Medan beberapa tahun lalu di stadion Teladan Medan. “Kami waktu itu suporter Sriwijaya FC masuk ke lapangan setelah Sriwijaya FC kalah, aparat keamanan tidak mengambil tindakan apa-apa, tidak ada tindakan represif kepada kami. Justru yang kena sanksi PSSI adalah manajemen Sriwijaya FC terkena hukuman denda,” katanya.
Sementara itu Faisal Mursyid dari Sriwijaya FC menjelaskan mekanisme tentang penyelenggaran pertandingan pada kompetisi Liga Indonesia. Saat Sriwijaya FC masih bercokol di Liga 1, dirinya harus melakukan koordinasi dengan aparat keamanan dari Polrestabes Palembang dan Polda Sumsel.
Menurutnya, apa lagi pada pertandingan berlabel big match pengamanan memang harus maksimal karena jumlah penonton biasanya akan maksimal atau berlebih dari kapasitas stadion, seperti laga Arema vs Persebaya di stadion Kanjuruhan.
“Juga harus diperhatikan fanatisme suporter klub. Seperti laga Sriwijaya FC vs Persib Bandung di stadion Gelora Sriwijaya, suporter bobotoh akan datang dari berbagai daerah ke Palembang dan stadion akan penuh. Ini butuh perhatian serius agar tidak terjadi bentrok antar suporter atau perusakan fasilitas umum,” kata pria yang akrab disapa “Datuk.”
Datuk juga menjelaskan, pada pertandingan Arema FC vs Persebaya tersebut ada kelalaian dari petugas membuka pintu keluar. “Sudah ada ketentuan, 15 menit sebelum pertandingan selesai petugas harus sudah membuka seluruh pintu keluar stadion. Pada setiap laga Sriwijaya FC di stadion Gelora Sriwijaya saya selalu mengingat langsung di lapangan untuk segera membuka pintu keluar,” ujarnya.
Pada FGD juga membahas perlunya aparat keamanan memahami regulasi FIFA dalam kompetisi resmi yang berada di bawah naungan FIFA dan PSSI. Seperti ketidaktahuan polisi yang melakukan pengamanan di stadion Kanjuruhan terhadap larangan membawa senjata api dan gas air mata ke dalam stadion.
Menurut wartawan olahraga Purwantoro, tidak mengertinya aparat keamanan terhadap regulasi FIFA bukan hanya terjadi di tingkat petugas di lapangan tetapi juga sampai pada level pimpinan seperti Kapolda. Hal ini terjadi pada pertandingan final Piala Indonesia 2010 antara Sriwijaya FC menghadapi Arema Malang di stadion Manahan Solo.
“Menjelang pertandingan babak kedua Kapolda Jateng meminta panpel dan PSSI mengganti wasit Jimmy Napitupulu diganti dengan alasan khawatir terjadi rusuh. Memang malam itu seluruh tribun diisi Aremania. Padahal menurut regulasi FIFA wasit adalah penguasa pertandingan yang tidak bisa diintervensi siapa pun,” ujar Purwantoro seraya menjelaskan bahwa jejak digital intervensi tersebut tersimpan di internet.