Illegal Drilling Terus Terjadi, Polda Sumsel Siapkan Operasi
KAKI BUKIT – Aksi kejahatan illegal drilling yang sudah berlangsung sejak lama di Sumatera Selatan (Sumsel) tak kunjung teratasi. Sudah berbagai tindakan diambil aparat penegak hukum dari Polres Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) dan Kepolisian Daerah (Polda) Sumsel tak kunjung menimbulkan efek jerak.
Sampai Oktober 2022 kejahatan illegal drilling di Muba masih terus terjadi. Para pencuri kekayaan alam Indonesia masih terus beraksi. Yang terbaru, pada 16 Oktober 2022 terjadinya ledakan dan kebakaran akibat illegal drilling di Desa Tanjung Dalam, Kecamatan Keluang. Dalam keterangan pers Kapolres Muba AKBP Siswandi melalui Kasat Reskrim AKP Dwi Rio Andrian menjelaskan ada 12 sumur minyak illegal yang terbakar. Api membakar sumur minyak yang disebabkan percikan api rokok dari salah satu pekerja.
“Untuk sementara, kebakaran sumur minyak diduga dari salah satu api rokok pekerja. Ada satu orang korban pada kejadian ini yang menderita luka bakar sekitar 60 persen. Kini masih dalam perawatan, polisi belum bisa meminta keterangan kepada korban. Di lokasi, dari 12 sumur minyak yang terbakar, sudah tujuh sumur apinya berhasil dipadamkan,” kata Dwi Rio.
Untuk mengatasi kejahatan illegal drilling di Sumsel, Polda Sumsel segera melaksanakan penanganan illegal drilling melalui “Operasi Illegal Drilling Musi 2022.” Untuk pelaksanaannya, Polda Sumsel telah menggelar rapat koordinasi (Rakor) lintas sektoral.
Brigjen Pol Rudi Setiawan mewakili Kapolda Sumsel dalam Rakor tersebut menjelaskan, bahwa kegiatan ini untuk melakukan koordinasi mengenai permasalahan operasi illegal drilling Musi tahun 2022. “Di sini kita bisa sharing, mengenai permasalahan ini dan langkah-langkah mengatasi permasalahan ini,” katanya.
Illegal drilling adalah tindak pidana yang berulang-ulang kali terjadi, bukan kejahatan yang baru terjadi satu atau dua tahun lalu. Menurut ilmu hukum, istilah “tindak pidana” ini merupakan salah satu istilah dasar yang merupakan pengertian hukum, di samping pertanggung jawaban pidana. Menurut Bahder Johan Nasution dalam “Metode Penelitian Hukum,” (2008) istilah “peristiwa pidana” atau “tindak Pidana” adalah sebagai terjemahan dari istilah bahasa Belanda “Strafbaarfeit” atau “delict” dalam bahasa Indonesia ditulis delik.
Strafbaarfeit menurut pakar hukum Van Hamel memiliki pengertian yaitu “kelakuan orang” (menselijke gedraging) yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana (strafwaardig) dan dilakukan dengan kesalahan.
Istilah populer di dunia hukum ialah “perbuatan pidana.” Mengutip Moeljatno dalam “Asas-Asas Hukum Pidana” (1987), “Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.”
Tepat adanya jika Polda Sumsel segera melaksanakan “Operasi Illegal Drilling Musi 2022” di wilayahnya. Merujuk pada pendapat ahli hukum, illegal drilling adalah perbuatan pidana karena jelas melanggar dari peraturan perundangan-undangan yang ada. Dalam perbuatan pidana illegal drilling ada pelanggaran terhadap hukum terkait pengaturan atau regulasi tentang pertambangan khususnya berkenaan dengan eksploitasi minyak bumi.
Pertama tentunya pelanggaran terjadi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 ayat (3) telah mengamanatkan dan menyebutkan bahwa :“Bumi , air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.”
Itu berarti, kekayaan alam yang terkandung didalamnya termasuk minyak dan gas bumi yang merupakan sumber daya alam yang tak terbaharui (unrenewable resources). Minyak dan Gas Bumi memiliki nilai yang sangat strategis khususnya nilai ekonomi bagi kepentingan hidup bangsa Indonesia, menjadi sumber energi dalam negeri dan sumber penerimaan negara yang sangat signifikan.
Kedua, Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi Dalam UU ini Pasal 1 angka 1, menyebutkan bahwa: Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperature atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batu bara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.
Kemudian pada Pasal 52 menyebutkan bahwa, “Setiap orang yang melakukan eksplorasi dan atau eksploitasi tanpa mempunyai kontrak kerja sama dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi Rp 60 miliar”. Ini diperkuat oleh Pasal 57 ayat (2) yang menyatakan bahwa tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, dan Pasal 55 adalah kejahatan.