Film Dokumenter Sebagai Genre Jurnalisme
Film Dokumenter
Film adalah karya seni. Siapa yang mau bantah adagium ini silahkan saja. Mengutip dari seorang wartawan film, JB Kristanto dalam bukunya “Nonton Film Nonton Indonesia” menulis, secara garis besar, film dapat dibagi berdasarkan beberapa hal. Pertama, film dibedakan berdasarkan media yaitu layar lebar dan layar kaca. Kedua, film dibagi berdasarkan jenisnya, yaitu film non fiksi dan fiksi. Film non fiksi dibagi menjadi tiga, yaitu film dokumenter, dokumentasi dan film untuk tujuan ilmiah. Film fiksi sendiri dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu eksperimental dan genre.
Menurut Kristanto, pada awalnya saya termasuk orang yang tidak percaya pada film sebagai media kesenian. Dibandingkan dengan sastra, teater, atau musik, rasanya film hanyalah pabrik hiburan tempat orang melupakan hidup kesehariannya, bukan tempat orang berkaca dan mendapatkan ilham untuk mengarungi kehidupan. Belakangan saya tahu bahwa film memiliki fungsi dan tujuan yang sangat beragam.
“Saya mulai menyadari bahwa film pun mampu menjadi replika kehidupan; bahwa film mampu duduk sama tinggi dengan seni sastra, teater dan musik” (JB Kristanto, 2004). Film sebagai kesenian harus mampu menjadi tempat kita berkaca atau bahkan pemberi ilham kehidupan. Jadi film pendapat film sebagai karya seni, clear.
Lantas apa itu film dokumenter? Menurut John Grierson, salah satu bapak film dokumenter mendefinisikan film dokumenter sebagai demonstrasi penggunaan metode kreatif peristiwa atau kenyataan. Tujuan utama dari film dokumenter itu sendiri tidak hanya mengirim informasi, kreator juga berkeinginan agar penonton tidak hanya mengetahui subjek yang diangkat akan tetapi juga memahami dan mengetahui permasalahan atau persoalan yang dihadapi oleh subjek.
Definisi lainnya dari Ralph S. Singleton dan James A. Conrad (1940), film dokumenter merupakan film dari sebuah peristiwa yang aktual. Peristiwa-peristiwa tersebut didokumentasikan dengan menggunakan orang-orang biasa dan bukan aktor.