Mario Puzo dan The Godfather: Perjalanan Epik dalam Sastra dan Sinema (15 Oktober 1920)
Novel ini sukses dan laris manis terjual di pasar. Novel ini termasuk dalam 20th-Century American Bestsellers, sampai 1997 The Godfather sudah terjual lebih dari 21 juta copy sejak terbit 1969.
Novel ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di di dunia. Di Indonesia tahun 2007 novel The Godfather terbit denga judul Sang Gogfather. Di Jerman terbit dengan judul Der Pate, di Yunani dengan judul Ho Nonoa = The Godfather, di Finlandia berjudul Kummisetea: romaani mafiasta, di Prancis diberi judul Le parrain: roman Paris Laffontt. Juga terbit di Ethipia dengan judul Yao Tut Rabaat.
Siapa Mario Puzo sebenarnya? Pada Perang Dunia II ia menjadi tentara yang bertugas di Jerman, Puzo juga pernah berkuliah di New York School for Social Research dan Columbia University. Ia juga menjadi menulis untuk majalah-majalah pria. Tahun 1955 terbit novel pertamanya berjudul The Dark Arena yang ia tulis berdasarkan pengalamannya selama Perang Dunia II. Novel ini bercerita tentang seorang veteran Perang Dunia II yang kembali ke Jerman pasca perang,
Buku keduanya baru terbit pada 1964 berjudul The Fortunate Pilgrim, semacam autobiografi tentang mengenai pengalaman imigran Italia. Dua buku Mario Puzo ini banyak mendapat pujian dari para kritikus. Bahkan Puzo menganggap buku kedunya tersebut sebagai karya terbaiknya, namun buku-buku tersebut gagal di pasaran.
Dalam hidupnya saat itu Mario Puzo mengalami kegagalan finansial dan mebuat dirinya berada dalam situasi ekonomi yang sulit. Lalu ia memutuskan untuk menulis sebuah novel yang dapat menarik minat lebih banyak pembaca. Novel ini juga ditulis berdasarkan pengalaman hidup di lingkungannya bercerita tentang keluarga mafia di Amerika.