Mengantar Buku Bajakan ke Penulisnya
Juga buat para pembela bajakan di luar sana, sy tahu ada saja manusia seperti kalian. Macam2lah pembelaannya. Padahal baca novel itu tidak pernah wajib. Jika memang kesulitan keuangan, kenapa kamu malah baca novel?”
Berbilang waktu, sebelum JS Khairen menyampaikan protesnya, protes yang sama juga pernah disampaikan penulis Tere Liye. Di laman IG @tereliyewriter ada tayangan bertuliskan “Buku Tere Liye yang dijual di Tokopedia, Bukalapak, Shopee, Lazada, dll dengan harga Rp20.000 s/d Rp30.000, nyaris 100% bisa dipastikan bajakan.
Kalian dungu sekali kalau sampai membelinya. Kalian membuat kaya penjual buku bajakan. Jika kalian tidak punya uang, PINJAM bukunya ke teman, perpus, dll. Atau baca di ipusnas (aplikasi online Perpustakaan Indonesia). GRATIS. Jangan malah mensupport tukang bajak.
Paham di mana goblok kalian? Ada yang gratis, eh malah beli bajakan. Buku bajakan itu sepeser pun tidak bayar pajak, royalti, dll”.
Di laman berikutnya, penulis kelahiran Lahat, Sumatera Selatan (Sumsel) menulis : “Buat yang masih goblok Juga! 1. Biaya Mikir, Buku Original Tak Terhitung, Buku Bajakan Tidak mikir. 2. Royalti penulis, Buku Originasl 10 – 15%, Buku Bajakan Tidak bayar. 3. Biaya editor, cover, dll, Buku Original 5 – 10%, Buku Bajakan Tidak bayar. 4. Pajak PPh*) (perusahaan) Buku Original 0 – 25%. Buku Bajakan Tidak bayar. 5. Biaya promosi, proses penulis baru, dll, Buku Original 10 – 15%, Buku Bajakan Tidak bayar.
Kenapa buku bajakan murah? Karena mereka tidak bayar apapun.”
Awal Buku Bajakan
Selain dua penulis novel top tersebut yang resah dan kesal dengan praktek pembajakan buku, saya menemukan sebuah artikel lama yang terbit 12 tahun lalu di Surat Kabar Suara Karya yang sudah tidak terbit. Artikelnya berjudul “Buku Bajakan, Benalu yang Selalu Dicari” penulisnya Tjahjono Widarmanto seorang penyair dan pengajar, terbit 15 September 2012.
Tjahjono Widarmanto menulis, “Di Indonesia, pembajakan buku berlangsung sejak tahun 1966 sampai sekarang terus berlangsung dan belum pernah mendapatkan solusi yang cerdas”. Faktanya memang demikian, seperti yang disampaikan JS Khairen dan Tere Liye di atas.