Ada Bidar di Palembang, ada Pacu Jalur di Kuansing
Ada versi yang menyebutkan, lomba perahu bidar sudah ada era Kesultanan Palembang. Lomba diadakan untuk memberikan semangat kepada tim patroli sungai dalam menjaga kedaulatan wilayah kekuasaan kesultanan dan menjaga keamanan sungai Musi sebagai jalur utama perdagangan dari para perampok. Pada masa itu, untuk melakukan pengamanan dibentuk tim patroli yang diperkuat oleh puluhan pedayung gagah dan berani untuk mengayuh perahu berukuran panjang.
Versi keterangan lain juga ada cerita legenda di tengah masyarakat, lomba bidar antara dua orang yaitu, seorang pangeran dengan seorang pemuda dari uluan. Pertandingan bidar ini dipicu perebutan seorang gadis bernama Dayang Merindu. Di akhir pertandingan, kedua pemuda tewas karena sama-sama kelelahan. Puteri Dayang Merindu dikisahkan bunuh diri, karena tidak sanggup menahan kesedihan.
Fakta lain menyebutkan, lomba bidar mulai berlangsung pada tahun 1898. Masa itu lomba bidar dilaksanakan sebagai peringatan ulang tahun Ratu Wilhelmina yang lahir 31 Agustus 1880. Versi pada pelaksanaan berikutnya, didukung oleh beberapa foto hitam yang ada di perpustakaan atau pusat dokumentasi yang ada di Belanda dan Indonesia.
Dalam sebuah Focus Group Discussion (FGD) bertema “ Mewujudkan Ekosistem Pelestarian Perahu Bidar”, Kamis, 29 Agustus 2024, ada yang menyebutkan perahu atau bidar sudah ada sejak masa Sriwijaya. Kedatuan Sriwijaya yang ada sejak abad VII dikenal sebagai kerajaan maritim memiliki beragam jenis kapal sampai perahu, termasuk perahu bidar.
Kemudian sumber lain menyebutkan perahu bidar berasal dari masa Kesultanan Palembang Darussalam yakni abad XVII-XIX. Bidar disebut berasal dari perahu pancalang, yaitu perahu cepat yang dikemudian beberapa pendayung dengan ukuran 3,5-7,5 meter dan lebar 1,2-1,8 meter. Sementara pada lomba bidar saat ini, panjang perahu bisa mencapai 30 meter dan lebar 1,37 meter yang digerakkan oleh pendayung berjumlah 55 – 57 orang.