Menjaga Kerukunan di Kampung Kapitan Palembang
Oleh: Dr Henny Yusalia MHum (Dosen FISIP UIN Raden Fatah)
Kampung Kapitan di Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel), merupakan salah satu daerah yang menyimpan banyak cerita tentang kerukunan dan kebersamaan di tengah keberagaman. Kampung ini menjadi saksi bisu bagaimana masyarakat dari berbagai latar belakang budaya dan agama dapat hidup berdampingan dengan harmonis.
Terletak di tepi Sungai Musi, Kampung Kapitan tidak hanya dikenal sebagai kampung tua dengan sejarah panjang, tetapi juga sebagai simbol toleransi dan persatuan, khususnya terkait dengan etnis Tionghoa.
Sejarah Kampung Kapitan berawal dari kedatangan komunitas Tionghoa yang menetap di Palembang sejak zaman kolonial Belanda. Nama “Kapitan” sendiri berasal dari gelar yang diberikan kepada pemimpin komunitas Tionghoa pada masa itu, Tjoa Ham Ling sebagai pemimpin administratif warga Tionghoa.
Meskipun mayoritas penduduk Kampung Kapitan berasal dari keturunan Tionghoa, kampung ini juga dihuni oleh masyarakat asli Palembang serta beberapa etnis lain. Keragaman ini menjadikan Kampung Kapitan sebagai contoh nyata dari kehidupan multikultural di Indonesia.
Kerukunan di Kampung Kapitan tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui proses panjang dan berbagai upaya dari masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang harmonis. Salah satu faktor utama yang mendukung kerukunan di kampung ini adalah nilai gotong royong yang telah mendarah daging dalam kehidupan sehari-hari. Gotong royong tidak hanya menjadi bagian dari budaya, tetapi juga menjadi landasan utama dalam membangun hubungan sosial di kampung ini.
Di Kampung Kapitan, setiap warga saling membantu dalam berbagai kegiatan, baik itu untuk keperluan sosial, ekonomi, maupun budaya. Misalnya, saat ada warga yang melaksanakan pernikahan atau perayaan tradisi, seluruh masyarakat kampung akan bergotong royong membantu persiapan dan pelaksanaannya. Bantuan ini diberikan tanpa memandang latar belakang agama atau etnis, sehingga memperkuat rasa kebersamaan dan saling pengertian di antara mereka.
Selain itu, penghormatan terhadap keberagaman menjadi salah satu kunci utama dalam menjaga kerukunan di Kampung Kapitan. Masyarakat di kampung ini hidup berdampingan dengan penuh toleransi dan saling menghargai perbedaan agama serta budaya. Saat ada perayaan keagamaan, seperti Imlek, warga non-Tionghoa turut serta dalam memeriahkan acara, begitu juga sebaliknya saat Idul Fitri, warga Tionghoa ikut merayakan dan memberikan ucapan selamat kepada tetangga yang Muslim. Toleransi semacam ini tidak hanya memperkuat hubungan sosial, tetapi juga menumbuhkan rasa saling menghormati dan menjaga satu sama lain.