Kiblat dan Kisah Film Horor Sejak Zaman Kolonial
Kemudian tahun 1935 The Teng Cung memproduksi dua judul film siluman berjudul Ang Hai Djie dan Tie Pat Kai Kawin atau Siloeman Babi Perang dan Siloeman Monyet. Tahun 1936 The Teng Cung memproduksi tiga judul film siluman sekaligus, yakni Anaknya Siloeman Oelar Poetih, Lima Siloeman Tikoes, dan Pembakaran Bio.
Pada tahun 1941 diproduksi film horor dengan tema yang berbeda berjudul Tengkorak Hidoep. Film ini diproduksi Action Film (perubahan nama dari Cino Motion Pictures). Menurut Misbach Yusa Biran dalam “Sejarah Film 1900-1950: Bikin Film di Jawa” (2009), film ini laku keras di pasaran. Faktor yang menyebabkan penonton suka adalah trick kuburan disambar petir, lalu keluar api kemudian muncul tengkorak yang bisa bergerak.
Menurut Muhammad Lutfi dalam “Perkembangan Film Horor Indonesia Tahun 1981-1991” (2013), saat Jepang menduduki Hindia Belanda, tidak ada produksi film horor. Setelah Indonesia merdeka, tahun 1950 film Indonesia mulai bangkit, masa itu tidak ada film horor yang diproduksi. Juga pada tahun 1960–1970 juga tidak ada produksi film horor di Indonesia.
Baru tahun 1971 menjadi tonggak awal film horor Indonesia. Menurut Lutfi tahun itu diproduksi film nasional berjudul Lisa yang diproduksi PT Tuty Jaya Film dengan sutradara M. Syarieffudi. Film Lisa menceritakan tentang seorang psikopat, yakni Ibu tiri yang menyuruh pembunuh bayaran untuk membunuh anak tirinya, kemudian sang ibu dihantui atas perbuatannya. Film Lisa menunjukan keterpengaruhan dari film Psycho (1967) karya Alfred Hitchcock.
Masih tahun 1971, PT Tidar Jaya juga memproduksi film horor berjudul Beranak Dalam Kubur dengan sutradara Awaludin dan Ali Shahab dengan pemeran utama artis Suzzanna. Pada masa itu, film Beranak Dalam Kubur sukses di pasar dengan meraup keuntungan Rp72 juta. Biaya produksi satu film tahun 1974 berkisar antara Rp25 juta-Rp35 juta.