Tren di Tengah Pandemi, Menulis Buku Keroyokan itu Keren
KAKI BUKIT – Menjelang Ramadhan 1443 H menerima sebuah buku berjudul "Romantika di Kampus Oranye - Dinamika Fisip Universitas Lampung dari Kisah Alumni." Buku ini adalah sebuah buku antologi atau buku kumpulan tulisan dari banyak penulis yang seluruhnya alumni Fisip Universitas Lampung (Unila) dengan beragam latar profesi dan lintas angkatan. Ada 39 penulis yang terhimpun.
Setelah buku setebal 277 halaman dengan editor : Udo Z. Karzi, dengan desain dan layout yang keren tersebut terbit, banyak mendapat respon positif dari para penulisnya. Ada yang mengaku terharu karena tulisannya bisa terbit dalam sebuah buku sekaligus terlintas kenangan masa-masa kuliah.
Menulis buku keroyokan memang keren. Satu buku “diserang” ramai-ramai. Ini kemudian bisa memicu untuk menulis dan menerbitkan buku karya sendiri. Ternyata setelah buku “Romantika di Kampus Oranye” terbit banyak usulan agar menerbitkan buku berikutnya dari alumni Fisip. Ada yang mengusulkan menerbitkan buku “Romantika di Kampus Oranye” seri 1 ¼.
Itu menjadi pengalaman pribadi, karena buku pertama saya lahir adalah buku yang ditulis keroyokan. Judulnya "Catatan Lima Tahun Komnas HAM - Catatan Wartawan" yang terbit tahun 1999. Buku ini ditulis 10 wartawan media nasional yang ngepos di Komnas HAM (Komisi Nasional Hak Azasi Manusia). AA Sudirman (Suara Pembaruan), Ahmady (Tabloid Adil), Didik Supriyanto (Adil), Genot Widjoseno (Majalah Gamma), Imran Hasibuan (Majalah D&R), Kukuh Bimo (Tabloid Detak), Maspril Aries (Republika), Pracoyo Wiryoutomo (Majalah Panji Masyarakat), Sen Tjiauw (Majalah Forum Keadilan), Widadi (Detak).
Menulis dan menerbitkan buku keroyokan ini memang menjadi dorongan untuk menulis dan menerbitkan buku karya sendiri. Terbukti setelah itu bisa terbit beberapa judul buku. Buku kumpulan cerpen berjudul “Kado dari Jukvhin Stallone” (2013), “Sumsel Selamatkan Wajah Indonesia” terbit Oktober 2013 serta “RA Anita dan Parlemen,” September 2021.
Menerbitkan dan menulis buku bersama tetap terus dilakoni, diantaranya menerbitkan buku kumpulan cerpen “Bunga Rampai – Cerpen 8 Jurnalis dari Bumi Sriwijaya” Januari 2013. Editor/ Penulis buku “Sumsel dalam Perspektif 14 Jurnalis” (Oktober 2013). Sebelumnya ikut dalam tim penulis buku biografi Gubernur Sumatera Selatan periode 1998 – 2003 Rosihan Arsyad berjudul “Menerjang Ombak Menembus Awan” dan buku berjudul “ETOS KITA : Moralitas Kaum Intelektual” (2002) serta buku “Teknokra Jejak Langkah Pers Mahasiswa” (2010) kedua buku tersebut diterbitkan SKM Teknokra Universitas Lampung.
Dua buku keroyokan terakhir yang terbit pada 2021 dan 2022 adalah buku "Kenangan Murid Kultural Budi Darma - Sepilihan Esai" yang diterbitkan Universitas Negeri Surabaya pada September 2021 terhimpun bersama esai dari penulis Jaya Suprana, Denny JA, Sirikit Syah, Eka Budianta dll. Yang terbaru adalah "Romantika di Kampus Oranye - Dinamika Fisip Universitas Lampung dari Kisah Alumni" yang menghimpun karya 39 penulis.
Tren Pandemi
Menulis buku keroyokan atau menulis buku bareng menjadi sebuah buku antologi atau kumpulan tulisan yang terhimpun dalam satu buku belakangan ini tumbuh semarak seiring masa pandemi Covid-19 melanda bumi. Ternyata ada banyak buku tentang berbagai tema yang ditulis bersama oleh banyak penulis dari yang memang penulis sampai yang belum pernah menulis.
Juga ada banyak bermunculan kelas menulis online dengan mentor dari penulis beken seperti Gol A Gong, Benny Arnas, Dee Lestari dan Okky Madasari dan lain-lain. Bahkan ada iklan pelatihan menulis online di media sosial yang menawarkan iklan menulis online satu hari bisa menulis buku.
Menulis buku bareng bukanlah suatu hal baru. Di Amerika Serikat pada 2008 sebuah perusahaan berbasis web bernama WEbook mengajak komunitas calon penulis untuk menulis buku secara bersama-sama. WEbook mengundang para penulis, editor, akademisi dan siapa pun yang memiliki sesuatu untuk dituliskan bersama-sama secara virtual.
WEbook melakukan itu untuk membantu penulis-penulis frustrasi menunjukkan potensi mereka. “Gagasannya adalah buku itu akan lebih baik jika penulis mendapatkan umpan balik yang cepat dan dini selama proses penulisan,” kata Presiden WEbook Sue Heilbronner.
Jika kemudian tulisan yang terbit dalam format virtual tersebut mendapat sambutan positif maka WEbook akan menerbitkan versi cetak (hard copy) dan menjualnya melalui toko buku online, seperti Amazon.com, dan toko retail, seperti Barnes & Noble.
Menulis buku keroyokan atau menulis buku bareng adalah sebagai upaya melahirkan sebuah buku yang bisa disebut “antologi.” Antologi itu berasal dari bahasa Yunani yang diserap bahasa Indonesia memiliki arti sebagai karangan bunga atau kumpulan bunga. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata antologi artinya kumpulan karya tulis pilihan dari seorang atau beberapa orang pengarang.
Buku antologi yang terbit di pada musim pagebluk ini bukanya hanya menghimpun karya tulis fiksi yang biasanya melahirkan buku kumpulan cerpen, melainkan banyak juga buku antologi non fiksi yang melahirkan berbagai tema.
Menulis dan menerbitkan buku keroyokan bagi seorang yang baru mencoba menjadi penulis atau yang bukan penulis atau sekedar hobi adalah cara yang mudah dan cepat untuk bisa memiliki atau menerbitkan buku, dari pada harus menerbitkan buku karya sendiri. Buku keroyokan biasanya digagas dan dikawal oleh editor buku yang sudah mempunyai jam terbang yang cukup lama di dunia kepenulisan dan telah menerbitkan beberapa judul buku.
Menerbitkan buku keroyokan juga bisa menekan ongkos yang harus dikeluarkan untuk membiayai ongkos cetak. Bisa saja buku tersebut dibiayai secara bersama dengan membeli buku yang sudah terbit. Bisa juga dengan mencari sponsor yang membiayai penerbitan buku keroyokan.
Buku antologi yang ditulis dan diterbitkan bersama bisa menjadi solusi menerbitkan buku untuk penulis pemula dengan ongkos cetak atau penerbitan yang murah. Pengertian murah bukan dengan kualitas cetak yang buruk melainkan buku dengan tampilan yang desain sampul dan layout atau tata letaknya keren. Tidak kalah penampilan dengan produk penerbit mayor.
Menulis buku keroyokan tidak sama dengan co-writer, yaitu seseorang yang menulis sesuatu bersama orang lain (someone who writes something with someone else). Seorang co-writer bisa jadi bekerja sendiri, sedangkan pemesan buku hanya menyampaikan konten yang diinginkan. Setelah buku terbit nama pemesan dan co-writer dicantumkan sebagai penulisnya. Sementara menulis buku bareng ada yang menyebutnya co author, yaitu satu dari dua orang atau dari beberapa orang yang menulis buku, artikel atau laporan secara bersama-sama (one of two or more people who write a book, article, report, etc. together).
Menulis buku keroyokan adalah salah satu model kolaborasi yang tumbuh semarak di tengah pandemi Covid-19. Menulis buku bareng adalah bentuk konkret dari pemanfaatan teknologi digital sekaligus menulis dan menerbitkan buku adalah berkomunikasi mengingat para penulisnya tidak tinggal dalam satu daerah melainkan tersebar dari berbagai daerah di Indonesia.
Selain berkomunikasi sesama penulis, menulis keroyokan juga berkomunikasi menyampaikan pesan, atau gagasan, perasaan, dan informasi secara tertulis kepada pembaca. Menulis dan menerbitkan buku juga sebagai sebuah perilaku berbahasa memiliki fungsi dan tujuan: personal, interaksional, informatif, instrumental, heuristik, dan estetis.
Menulis atau mengarang juga aktivitas menuangkan pikiran secara sistematis ke dalam bentuk tertulis atau kegiatan memikirkan, menggali, dan mengembangkan suatu ide dan menuangkannya dalam bentuk tulisan yang lalu diterbitkan dalam sebuah buku.
Satu hal yang menarik dalam menulis buku keroyokan, kebanyakan penulisnya adalah mereka yang belum pernah menulis dan menerbitkan buku. Bahkan ada yang hanya pernah menulis makalah saat menjadi mahasiswa dan skripsi, lalu menulis yang berbeda dengan menulis makalah, seperti menulis pengalamannya sendiri.
Makanya tidak heran jika banyak penulis buku keroyokan ini yang terharu saat bukunya terbit dan sampai di tangannya. Namun salut untuk mereka, mengaku tidak bisa menulis tapi mereka ini tidak takut untuk memulai menulis sampai karya tulisnya terbit menjadi sebuah buku.
Teruslah menulis dan menerbitkan buku keroyokan atau sendiri-sendiri karena menurut Much Khoiri dosen & penulis buku dari Universitas Negeri Surabaya, menulis buku itu untuk warisan. Menulis buku itu mulia seraya mengutip sastrawan Budi Darma (alm) yang mengilustrasikan betapa tingginya kemuliaan pengarang : “Begitu seorang pengarang mati, tugasnya sebagai pengarang tidak dapat diambil alih orang lain. Sebaliknya, jika dekan, camat, dan mantri polisi mati, dalam waktu singkat akan ada orang yang dapat dan mampu menggantikannya.” (maspril aries)