Ada Balai Perdamaian RJ di Pangkalpinang
KAKI BUKIT, Pangkalpinang – Di Jakarta Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung Fadil Zumhana dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR menyampaikan sebanyak 823 perkara tindak pidana umum telah diselesaikan penuntutannya dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice).
Pada waktu yang bersamaan, Rabu (23/3) di Pangkalpinang, diresmikan rumah RJ atau Restorative Justice yang diberi nama Balai Perdamaian Restorative Justice. Di lingkungan praktisi hukum Restorative Justice kerap disingkat RJ.
Jaksa Agung sebelumnya telah menerbitkan kebijakan mengenai keadilan restoratif melalui Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Balai Perdamaian Restorative Justice di Balai Adat Kelurahan Tuatunu Indah peresmiannya Kepala Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung (Babel) Daroe Tri Sadono dihadiri Wali Kota Pangkalpinang Maulan Aklil dan Kepala Kejaksaan Negeri Pangkalpinang Jefferdian.
Menurut Maulan Aklil, Balai Perdamaian RJ merupakan ide dari Kepala Kejaksaan Negeri Jefferdian “Pemerintah Kota Pangkalpinanh akan mendukung Balai Perdamaian Restorative Justice ini,” katanya.
Wali Kota yang akrab disapa Molen menjelaskan, bahwa Tuatunu menjadi satu-satunya di Kota Pangkalpinang yang masih kental adat Melayu dan terdapat banyak para hafiz dan hafizah.
“Kita akan menjadikan Kelurahan Tuatunu sebagai Kampung Melayu. Ingat budaya kita harus tetap ada, tapi juga kita harus maju, jangan sampai kita disebut Kampung Melayu tapi tingkah kita bukan Melayu. Ada permasalahan jangan sampai saling kantet, ayo selesaikan di sini, kita Melayu lebih mengutamakan kekeluargaan,” ujar Molen.
Wali Kota Maulan Aklil juga berencana mengembangkan Balai Adat Perdamaian Restorative Justice pada kecamatan lain di Pangkalpinang. “Ini bisa menjadi ikon se-Bangka Belitung, bukan hanya di Pangkalpinang.”
Sementara itu Kepala Kejaksaan Negeri Pangkalpinang Jefferdian menjelaskan, ingin memperkenalkan program dari Kejaksaan Agung yaitu Restorative Justice.
“Saat ini ada pergeseran paradigma penegakan hukum pidana di dunia, termasuk di Indonesia. Dulu orang akan bahagia jika pelaku dibalas, tapi sekarang ternyata cara-cara seperti itu tidak menyelesaikan masalah. Pelaku belum tentu bertaubat dan korban pun belum tentu mendapat keadilan, nilai-nilai luhur ternyata relevan dengan perubahan itu,” katanya.
Menurut Jefferdian, hukum adat hidup di tengah-tengah masyarakat, selalu ada yang diwakili tokoh-tokoh adat. Kejaksaan ingin melembagakan yang sebenarnya telah lama ada, namun belum diberi nama secara kelembagaan.
“Nilai-nilai luhur Pancasila selalu menginginkan kedamaian di tengah-tengah kita, kenapa tidak kita selesaikan dengan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah mufakat dan keadilan,” ujarnya.
Ketua Majelis Tunjuk Ajar Lembaga Adat Melayu (LAM) Kota Pangkalpinang, Dato’ Pangeran Sardi yang hadir pada peresmian tersebut mengatakan, “Di beberapa negara telah tercatat lembaga peradilan adat dan hukum adat masih dominan diberlakukan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada didalamnya hukum pidana. Ini adalah langkah maju aparat penegak hukum, kami LAM Pangkalpinang menyambut baik. Restorative Justice pada dasarnya berasal dari nilai-nilai yang dianut masyarakat. Prinsip-prinsip ini adalah mengangkat harkat dan martabat individu.” (maspril aries)