Home > Politik

Ada Politik Gentong Babi di Pilkada?

Politik gentong babi adalah salah satu cara calon kepala daerah dan tim pendukungnya mencari dukungan dengan cara yang tidak etis.

Menggunakan hak pilih pemilu ke TPS. (FOTO: Republika)
Menggunakan hak pilih pemilu ke TPS. (FOTO: Republika)

Di Indonesia menurut Mada Sukmajati dalam artikel “Politik Gentong Babi” (2017), politik gentong babi atau pork barrel projects sebenarnya menjadi wujud konkret dari adagium yang dipopulerkan Harold D Laswell. Menurutnya, politik sebenarnya hanyalah soal siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana? Yang dianggap berhasil adalah mereka yang membawa pulang daging babi sebanyak-banyaknya ke masyarakat tersebut. Politik dengan demikian menjadi sangat konkret, pragmatis dan kalkulatif.

Atau dalam definisi dari Rika Yanita Susanti dan Khairul Fahmi dalam “Relasi Birokrat dan Politisi dalam Pilkada Gubernur Sumatera Barat Tahun 2020” (2022), Pork Barrel Project atau politik gentong babi, merupakan istilah yang menggambarkan bahwa politik praktis itu sangat konkrit, pragmatis dan kalkulatif. Politik cara ini identik dengan membagi bagikan uang, barang kebutuhan pokok sampai proyek pembangunan dan sifat materi lainnya dengan tujuan masyarakat memilih calon atau politisi agar bisa duduk di kursi eksekutif maupun legislatif.

Dalam konstestasi Pilkada, Rika Yanita Susanti dan Khairul Fahmi menjelaskan, praktik broker politik dan politik gentong babi menjelaskan relasi antara birokrat dan politisi. Birokrat yang memiliki mesin jaring sosial yang kuat mampu untuk meraup suara di lingkungan masing-masing, apalagi para birokrat senior tersebut adalah tokoh masyarakat yang memiliki pendukung. Ditambah lagi dengan politik pragmatis yang mengedepankan politik uang dalam pemilihan, menjadikan birokrat dan politisi ini menjadi kekuatan dalam proses pemenangan.

Broker Politik Gentong Babi

Praktik politik gentong babi mungkin bukan fenomena baru dalam sejarah politik Indonesia. Namun sejak era reformasi, pelbagai bentuk manipulasi suara telah terjadi, termasuk penggunaan politik identitas, politik patronase, dan politik uang. Dalam konteks Pilkada, fenomena ini semakin meningkat seiring dengan semakin kompleksnya dinamika politik lokal.

Dalam Pilkada di Indonesia kerap menjadi ajang di mana berbagai praktik politik tidak sehat dipraktikan, salah satunya praktik politik gentong babi. Ada calon kepala daerah dan pendukungnya yang menggunakan cara-cara curang untuk memenangkan suara dalam kontestasi, terutama dengan memanfaatkan kelompok masyarakat tertentu.

× Image