Kiblat dan Kisah Film Horor Sejak Zaman Kolonial
Memasuki dekade tahun 1980-1990 adalah masa booming film horor. Pada tahun 1981-1984 merupakan masa dengan jumlah produksi film horor lebih banyak dari pada tahun 1970-an. Tahun 1984 - 1985 mengalami penurunan. Tahun 1986 produksi film horor Indonesia kembali mengalami peningkatan jumlah produksi, puncaknya terjadi pada tahun 1988 ada 18 judul 18 judul film horor. Meningkatnya jumlah produksi film horor tidak terlepas dari kebijakan pemerintah yang mengurangi kuota film impor.
Mengapa film horor sangat disenangi masyarakat? Menurut Muhammad Lutfi yang melakukan penelitian film horor yang diproduksi tahun 1981-1991, ada tiga faktor yang mempengaruhi film horor diminati masyarakat Indonesia.
Pertama, kuatnya budaya mistik masyarakat Indonesia. Masa itu minat masyarakat terhadap film horor yang diperankan oleh Suzzanna cukup tinggi. Apresiasi masyarakat ini tercipta dikarenakan masyarakat Indonesia sendiri masih percaya terhadap hal-hal mistik.
Kedua, figur artis Suzzanna. Tahun 1980-an merupakan masa keemasan Suzzanna sebagai pemeran utama film genre horor. Dalam kurun 11 tahun 1980-1991 Suzzanna memerankan 16 judul film horor dan mayoritas sukses di pasaran. Ketiga, alur dan setting cerita. Alur cerita film horor Indonesia disesuaikan dengan cerita mistik yang berkembang di masyarakat, seperti hantu bergentayangan. Hantu bergentayangan dipercayai oleh masyarakat Indonesia adalah orang mati yang tidak wajar.
Memasuki tahun 2000-an menurut Suma Riella Rusdiarti dalam “Film Horor Indonesia: Dinamika Genre”, film horor Indonesia memulai era baru. Generasi sineas baru yang muncul sebagian besar tidak memiliki ikatan langsung dengan sejarah film horor Indonesia sebelumnya. Beberapa merupakan jebolan sekolah film luar negeri yang sebelumnya lebih banyak bekerja di bidang periklanan dan pembuatan video klip atau film dokumenter.
Pada tahun 2001 lahir film Jelangkung karya sutradara Rizal Mantovani dan Jose Purnomo yang memberi sentuhan yang berbeda dengan mengandalkan kekuatannya dalam fotografi, editing,dan suara. Film ini menandai kembalinya penonton ke bisokop-bioskop.