Zaman Kolonial, Palembang Ramai Pentas Drama Sejarah, Zaman Milenial Sepi
Narasumber utama dalam workshop tersebut Rita Indrawati penggiat drama, dosen dan Wakil Dekan I FKIP Unsri. Menurutnya, mahasiswa untuk belajar menulis naskah drama harus memperhatikan struktur dasar naskah drama, termasuk pengenalan, konflik, klimaks, dan penyelesaian. Oleh sebab itu naskah harus dibangun dengan narasi yang kuat dan memikat. Naskah drama tersebut juga harus dibaca orang lain untuk mendapatkan umpan balik konstruktif. Sekaligus dalam proses penulisan naskah drama penting direvisi dan disunting”.
Rita melihat naskah drama lebih banyak dikerjakan oleh anak-anak sastra. “Padahal naskah drama juga bisa ditulis dengan baik oleh anak-anak sejarah. Kenapa harus melibatkan anak-anak sejarah? Sebab drama bernarasi sejarah temanya cukup banyak di Sumatera Selatan. Seperti narasi Demang Lebar Daun, The Story Ratu Bagus Kuning, Ratu Sinuhun dan Simbur Cahaya, serta Parameswara yang sudah dipentaskan oleh anak-anak sastra”, katanya.
“Penulisan naskah untuk pementasan dan produksi drama sejarah, saya yakin, akan menarik jika ditulis oleh anak-anak sejarah. Karena mereka lebih paham membangun narasi sejarah dalam naskah tersebut. Tinggal lagi mereka diasah untuk belajar menuliskan konflik, klimaks dan penyelesaian jalan ceritanya. Ini tantangan yang harus dijadikan peluang untuk tumbuh kembang di kalangan mahasiswa sejarah”, ujar Rita Indrawati.
Dulmuluk & Teater Bangsawan
Pada kesempatan itu Dedi Irwanto juga menjelaskan, selain Dulmuluk, Teater Bangsawan juga mengadakan pertunjukan di Palembang. Pementasan berlangsung pada 1942-1945, masa Jepang. “Teater Bangsawan menyulap bioskop Flora atau Oriental, bioskop pertama di Palembang menjadi tempat pertunjukan mereka di Gedung Bintang Berlian. Setiap pertunjukan drama selalu dipenuhi penggemarny”.
Dedi Irwanto sebagai akademisi juga pernah memenangkan lomba menulis cerpen sejarah oleh Penas Smsel Gemilang tahun 2012 dan menjadi pemenang utama.
“Namun sayang, di masa kini pertunjukan drama, meredup. Kadang teater drama terbatas di sekolah-sekolah atau kampus di Palembang sebagai unit kegiatan saja. Kalaupun dilombakan lebih bersifat insidental, seperti lomba teater sekolah yang diadakan individu dan tidak kontinyu. Padahal sampai tahun 1980-an, Palembang masih memiliki kelompok Teater Potlot yang menasional.