Kampanye Anti Politik Uang dari Desa Sumaja Makmur
KAKI BUKIT – Pemilihan umum (Pemilu) yang akan memilih anggota legislatif atau parlemen dan pemilihan presiden sebentar lagi pada Februari 2024. Sebelum Pemilu 2024 berlangsung, di Desa Sumaja Makmur akan berlangsung “pemanasan” pemilu pada Oktober 2023, yaitu pemilihan kepala desa (Pilkades).
Desa Sumaja Makmur adalah desa yang berjarak sekitar 150 km dari Palembang, ibu kota Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel). Desa Sumaja Makmur yang berada dalam wilayah administratif Kecamatan Gunung Megang masuk dalam wilayah Kabupaten Muara Enim.
Dari Desa Sumaja Makmur, belum lagi pilkades berlangsung sudah ada pesan yang disampaikan kepada warga desa yang akan menggunakan hak pilihnya. Di media sosial beredar pesan dalam bentuk flyer atau pamlet berisi pesan lawan atau tolak politik uang pada pelaksanaan pilkades mendatang.
Isi pamlet atau poster digital tersebut adalah “Woro Woro Bagi warga Desa Sumaja Makmur yang menemukan, menangkap, membuktikan dan melaporkan POLITIK UANG akan diberi hadiah berupa uang pembinaan sebesar Rp3.000.000 (tiga juta rupiah) sebagai penghargaan mendukung upaya pencegahan praktek politik uang pada Pemilihan Kepala Desa Sumaja Makmur”.
Pada bagian lainnya tertulis, “Tolak Uangnya! Video/Foto orangnya laporkan.” Di sudut bawah kanan ada karikatur yang menyampaikan pesan “Pengen Kepala Desa sing amanah, tapi kon milih njaluk sangu.”
Pesan ini adalah pesan dari desa bagi demokrasi di Indonesia yang akan menyelenggarakan pemilihan umum 2024. Hampir dalam setiap kontestasi politik, dari pemilihan kepala desa, pemilihan kepala daerah, pemilu legislatif dan pemilihan presiden selalu semarak dengan isu politik uang. Pesan dari Desa Sumaja Makmur adalah sebuah pesan moral bahwa politik uang sudah merambah jauh merasuk sendi demokrasi paling bawah dari bangsa Indonesia.
Desa yang tersebar di seluruh Indonesia adalah struktur pemerintahan terkecil yang melaksanakan fungsi pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Desa juga wadah partisipasi rakyat dalam aktivitas politik dan pemerintahan yang menjadi wahana interaksi politik yang paling sederhana namun mencerminkan kehidupan demokrasi dalam suatu masyarakat negara.
Seperti ditulis ilmuwan sosial Robert A Dahl, terdapat tiga prinsip utama pelaksanaan demokrasi, yakni; 1) kompetisi, 2) partisipasi, dan 3) kebebasan politik dan sipil. Robert Dahl adalah tokoh demokrasi prosedural yang melahirkan konsep demokrasi yang mekanistik yakni prosedur, legalitas dan kelembagaan.
Di desa prinsip-prinsip praktek politik demokratis dapat dimulai. Unsur-unsur esensial demokrasi dapat diterjemahkan dalam pranata kehidupan politik di level pemerintahan formal paling kecil tersebut.
Selain itu dinamika dan konstelasi politik di desa memiliki kekhasan tersendiri. Kekhasan tersebut, salah satunya ditunjukkan dalam prosesi pemilihan kepala desa (pilkades) yang tidak melibatkan insitusi partai politik. Pilkades adalah bentuk dari demokrasi prosedural.
Kepala Desa adalah pemimpin formal di suatu desa yang dipilih secara demokratis oleh masyarakat desanya sendiri. Sifat demokratis dalam pilkades harus ada dan dipertahankan. Pilkades bukan semata-mata sebagai sendi kehidupan demokratis yang menjamin terselenggaranya pembangunan desa, akan tetapi pembangunan desa memerlukan dukungan dari masyarakat dan akan berpengaruh besar terhadap proses pelaksanaan pembangunan nasional.
Berdasarkan sejarahnya, pemilihan kepala desa sudah ada sejak lama. Pilkades dan pelaksanaan pemerintahan desa pada masa Orde Baru secara formal dimulai sejak berlakukannya UU Nomor 5 tahun 1979 tentang Desa. Pasca reformasi, pilkades dan pelaksanaan pemerintahan desa merujuk pada UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa dan sejak tahun 2016 pelaksanaan pemilihan Kepala desa secara langsung dilaksanakan serentak di setiap kabupaten.