Gunung Anak Krakatau Sedang tidak Baik-Baik Saja?
KAKI BUKIT – Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) melaporkan Gunung Anak Krakatau di perairan selatan Sunda yang masuk dalam wilayah Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, sejak akhir Mei 2023 kembali erupsi dengan melontarkan abu vulkanik setinggi 2.000 meter.
PVMBG mencatat pada Sabtu (10/6/2023) sekitar pukul 17.50 WIB Gunung Anak Krakatau menyemburkan abu vulkanik setinggi 3.657 meter di atas permukaan laut. Apakah ini pertanda Gunung Anak Krakatau sedang tidak baik-baik saja?
Sebelumnya, sepanjang Jumat (9/6/2023) sejak pukul 00.00-24.00 WIB, PVMBG mencatat terjadi tujuh kali erupsi yang keluar dari kawah aktif Gunung Anak Krakatau dengan kondisi erupsi itu bervariasi dengan ketinggian mulai dari 500-3.000 meter yang terhitung.
Saat terjadi erupsi, PVMBG mencatat ada terjadi gempa tektonik lokal dengan amplitudo 49 milimeter, S-P 4,1 detik dan lama gempa 42 detik, gempa tremor menerus dengan amplitudo 2-51 milimeter, namun yang dominan 10 milimeter. Gunung Anak Krakatau saat ini berada pada status level III atau siaga dengan rekomendasi masyarakat, pengunjung, wisatawan, dan pendaki tidak mendekati gunung api tersebut atau beraktivitas dalam radius lima kilometer dari kawah aktif.
Dalam catat sejarah, Gunung Anak Krakatau (GAK) muncul pada 1927 atau 44 tahun setelah meletusnya Gunung Krakatau 1883. GAK setiap tahun terus mengalami penambahan ketinggian. Kecepatan pertumbuhan tingginya sekitar 0.5 meter (20 inci) per bulan.
Gunung Krakatau yang meletus 26 dan 27 Agustus 1883 adalah peristiwa letusan terbesar di dunia. Letusan Gunung Api Krakatau pada tahun 1883 merupakan salah satu letusan gunung api terbesar dalam sejarah.
GAK tercatat sebagai salah satu gunung yang tergolong aktif di Indonesia, gunung ini kerap mengeluarkan letusan-letusan kecil. GAK tumbuh sebagai gunung api aktif yang baru di lokasi bekas Gunung Krakatau atau Pulau Rakata. GAK lokasinya berada di kaldera bekas Gunung Krakatau. Menurut beberapa penelitian dan kajian ilmiah GAK tumbuh 6 meter per tahun dan bertambah lebar 12 meter pertahun.
Masih lekat dalam ingatan GAK pada 22 Desember 2018 mengalami erupsi yang menyebabkan longsoran tubuh gunung masuk ke dalam laut dan mengakibatkan tsunami setinggi 13 m di bibir pantai. Tsunami datang melanda pemukiman warga di pesisir Barat Provinsi Banten dan pesisir Timur – Selatan Provinsi Lampung.
Akibat tsunami tersebut, berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), jumlah korban meninggal dunia 426 orang, 7.202 orang menderita luka-luka dan 40.386 orang mengungsi.
GAK yang terus tumbuh pada 1959 tingginya sudah mencapai 152 meter. Lalu saat erupsi 22 Desember 2018 GAK sebelum runtuh tingginya 338 meter. Tsunami yang terjadi pada 2018 berbeda dengan tsunami pada 1883.
Mengutip Anif Punto Utomo Ketua Umum Keluarga Alumni Geologi Universitas Gajah Mada (UGM) dalam “Krakatau yang Melahirkan Tsunami” (2019), tsunami pada 1883 disebabkan oleh piroklastik aliran yang dimuntahkan dari kawah Krakatau saat meletus. Piroklastik aliran itu meluncur masuk ke laut dengan kecepatan tinggi sehingga mengakibatkan gelombang dahsyat berupa tsunami. Tsunami 2018 lebih diakibatkan runtuhan batuian dari gunung yang masuk ke laut.
Sementara itu dalam siaran pers bersama BPPT, LIPI, BMKG, Badan Geologi dan Kemenko Maritim menyebutkan, berdasarkan pengamatan melalui satelit, deformasi sebelum dan sesudah tsunami 2018 tersebut memperlihatkan 64 hektare lereng Barat Daya GAK runtuh.
Sebelum erupsi, tubuh GAK masih berbentuk kerucut dengan kawah yang berada ditengah dan tinggi 338 meter. Setelah erupsi dan longsoran tinggi Gunung Anak Krakatau pada bulan September 2019 menjadi 158,635 meter.
Runtuhan yang berkolaborasi dengan gelombang tinggi mengakibatkan gelombang tsunami. Tsunami bukan gelombang biasa. Tsunami memiliki panjang gelombang lebih besar dibandingkan ombak gelombang biasa.
Indonesia adalah negara yang berada dalam ring of fire menjadikan Indonesia kaya akan gunung berapi dengan jumlah gunung api terbanyak di dunia, yaitu 129 gunung aktif atau 15 persen dari seluruh gunung api di dunia. Salah satu gunung api aktif tersebut adalah Gunung Anak Krakatau yang berlokasi di Selat Sunda dan kini terus dalam pantauan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. (maspril aries)