TPPO dan Perbudakan Modern (Bagian 1)
KAKI BUKIT – Perhatian Presiden Joko Widodo pada masalah Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sangat serius. TPPO atau human trafficking dibahas Presiden dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, pada Selasa, 30 Mei 2023.
Kemudian saat melakukan kunjungan ke Malasyia pada 7 – 8 Juni 2023, Presiden Joko Widodo bertemu Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim juga membahas membahas perlindungan pekerja migran Indonesia (PMI) untuk memperkuat perlindungan PMI dan juga penegakan hukum yang adil bagi para pekerja Indonesia. Dua pemimpin negara tersebut sepakat membentuk mekanisme khusus bilateral untuk menyelesaikan masalah-masalah pekerja migran Indonesia.
TPPO selalu terkait dengan pekerja migran, seperti beberapa kasus TPPO yang berhasil diungkap polisi, modus yang ditemukan adalah perdagangan orang dibungkus menjadi pekerja migran (migrant worker) dengan gaji tinggi di negara orang.
Salah satunya, Polda Lampung berhasil menggagalkan pengiriman 24 perempuan asal Nusa Tenggara Barat (NTB), mereka dijanjikan menjadi pekerja migran Indonesia yang akan bekerja di Saudi Arabia dan Uni Emirat Arab dengan cara ilegal.
International Labour Organisation (ILO) memberikan definisi pekerja migran adalah seseorang yang bermigrasi, atau telah bermigrasi, dari sebuah negara ke negara lain, dengan tujuan untuk dipekerjakan oleh orang lain selain dirinya sendiri, termasuk siapa pun yuang diterima secara reguler, seorang migran, untuk suatu pekerjaan.
Indonesia adalah salah satu negara pengirim tenaga kerja migran atau migrant worker terbesar di Asia. Pengiriman pekerja migran tersebut dilakukan dengan berbagai cara, baik legal ataupun ilegal.
Menurut Henny Nuraeny dalam “Pengiriman Tenaga Kerja Migran Sebagai Salah Satu Bentuk Perbudakan Modern dari Tindak Pidana Perdagangan Orang” (2015), pengiriman pekerja migran secara ilegal selalu dihubungkan dengan “perbudakan” sebagai salah satu bentuk dari tindak pidana perdagangan orang.
TPPO adalah fenomena dan realita adanya “perbudakan” yang juga disebut “perbudakan modern,” sebagai salah satu modus dari tindak pidana perdagangan orang terutama terhadap perempuan dan anak. Perdagangan orang selain melanggar HAM, juga bertentangan dengan perlindungan dan berlawanan dengan kesejahteraan umum.