Waspada Media Sosial Berpengaruh pada Kesehatan Mental Anak (Bagian 1)
KAKI BUKIT – “Apakah media sosial seperti Facebook, Instagram, WhatsApp, Twitter, Tiktok dan juga game berpengaruh pada kesehatan anak?“ Pertanyaan itu muncul dari seorang peserta pada sebuah penyuluhan tentang “Internet Manfaat dan Dampaknya pada Anak.”
Jawabannya dari sang nara sumber dapat disimpulkan, pada satu sisi internet dan media sosial sangat bemanfaat bagi anak. Tetapi pada sisi lain berpengaruh dan berdampak buruk pada kesehatan anak. Si Ibu yang bertanya pun galau dengan jawaban itu, sepertinya ada rasa tidak puas pada dirinya, walau ia berusaha untuk bertanya lagi.
Jika memilih jawaban bahwa media sosial atau medsos berdampak buruk pada kesehatan anak atau remaja, maka ada dua penelitian yang pernah dilakukan pada dua negara berbeda dengan kurun waktu berbeda memberikan jawaban yang sama, “Media sosial berdampak besar pada kesehatan anak.”
Studi terbaru dari Amerika Serikat yang dilakukan The Harris Poll dengan tajuk “The On Our Sleeves Movement For Children's Mental Health,” menyebutkan, para orang tua percaya bahwa jejaring sosial memainkan peran utama dalam memengaruhi kesejahteraan anak-anak mereka.
Data-data yang ditampilkan, bahwa setengah dari orang tua yang memiliki anak di bawah 18 tahun menganggap kesehatan mental anak mereka memburuk selama 12 bulan terakhir karena media sosial. Kemudian jumlah orang tua yang merasa nyaman untuk mendiskusikan masalah kesehatan mental dengan anak-anak mereka menurun, dari 91 persen pada tahun 2022 menjadi hanya 86 persen pada tahun 2023.
Kemudian sebanyak 65 persen orang tua setuju bahwa topik-topik yang berkaitan dengan penampilan di media sosial, seperti diet dan olahraga, memiliki dampak negatif terhadap citra tubuh generasi muda, yaitu mereka yang berusia di bawah 18 tahun.
Studi itu memperlihatkan bahwa orang tua mulai kewalahan dengan media sosial yang dinilai berdampak besar pada kesehatan mental anak. Hal ini terutama terjadi pada kesehatan mental anak-anak dan remaja, yang telah memburuk secara signifikan sejak pandemi Covid-19.
Jauh sebelumnya, pada 2014 berdasarkan penelitian dari Charite-Universitatsmedizin, Berlin, Jerman, yang diterbitkan dalam Journal of Nervous & Mental Disease, melihat psikosis –gejala gangguan mental dimana seseorang tidak bisa membedakan realita dan fantasi– di Twitter.
Menurut penelitian tersebut, ketika Anda melihat halaman media sosial Twitter dan Facebook terkadang hanya membuat Anda merasa buruk dan kurang beruntung. Anda menjadi yakin semua orang memiliki lebih banyak, lebih bahagia, dan memiliki hidup yang lebih baik dari pada Anda.
Dari penelitian di Eropa ini mengajukan teori yang menyatakan, “media sosial bisa memperburuk dan menyebabkan gejala psikosis pada pasien yang rentan.” BerdasarkanlLaporan “Psikosis Twitter: variasi langka atau gejala berbeda?” melihat pada kasus seorang perempuan berusia 31 tahun yang masuk ke rumah sakit pskiater di Berlin, Jerman, setelah mengalami gangguan mental.
Menurut laporan dokter, perempuan tersebut menghabiskan beberapa jam sehari untuk membaca dan menulis pesan, mengabaikan hubungan sosial dan terkadang melewatkan waktu makan dan tidur.
Perempuan ini percaya bahwa selebriti dan organisasi menggunakan Twitter untuk mencoba berkomunikasi dengannya. Ia juga percaya ada simbol tersembunyi di halaman Twitter dan akunnya.
Berdasarkan dua studi tersebut, sebagai orang tua coba memilih sikap bahwa media sosial berpengaruh pada kesehatan anak khususnya kesehatan mental, maka dari itu mari waspada dengan dampak buruk media sosial. Waspada bukan berarti membenci atau menjadikan media sosial sebagai musuh yang laten. (maspril aries)