Mengapa Literasi Baca Tulis Itu Penting?
Catatan Gol A Gong
KAKI BUKIT – Pada awalnya, literasi baca-tulis dipahami sebagai melek aksara. Hanya sekadar dapat mengenal huruf-angka serta bisa membaca dan menulis. Literasi baca-tulis menurut kamu? Bagi saya: literasi baca-tulis adalah daya juang, daya hidup. Upaya seseorang mengubah hidupnya menjadi lebih baik dengan cara membaca dan menulis.
Saya mengalaminya. Setelah tangan kiri saya diamputasi pada usia 11 tahun – kelas 4 SD (1974) – Bapak menyuruh saya membaca buku agar saya tidak minder. Betul, ternyata. Dengan membaca saya jadi lupa bahwa tangan kiri saya buntung. Saya sudah tidak peduli lagi, apakah tangan saya satu atau dua. Bagi saya hanya kehilangan beberapa kilo daging saja.
Setiap hari saya membaca untuk bersenang-senang. Saya membaca apa saja, yang pentig hati saya senang. Sejak 1975 saya rajin membaca koran Kompas, Suara Karya, majalah Intisari, Bobo, Femina, Gadis, kemudian Hai. Bapak dan Emak menyisihkan gajinya sebagai guru untuk membangun literasi keluarga. Kakak perempuanku dan tiga adikku juga rajin membaca. Rumahku surga bahan bacaan.
Kemudian tanpa sadar, saat di kelas 6 SD (1976) saya membuat sandiwara radio menggunakan radio transistor merk National. Ketika memproduksi sandiwara itu di dalam kamar. Ceritanya tentang anak yang ditinggal mati ibunya kemudian ayahnya menikah lagi dengan ibu tiri yang kejam. Jika butuh ilustrasi semisal sound effect, saya menggunakan perkakas dapur. Kaset rekaman sadiwara radio ini beredar diantara tetangga.
Kata Emak, banyak yang nangis ketika memutar sandiwara radio yang saya buat. Saat itu memang sedang nge-top film Ratapan Anak Tiri yang diperankan Faradila Sandy . Film ini diproduksi pada tahun 1974 yang didukung oleh aktris terkenal pada zaman itu seperti Tanty Yosepha dan Sukarno M. Noor dengan disutradarai oleh ayahnya sendiri yaitu Sandy Suwardi Hassan.
Di SMP (1978) saya membuat komik. Ceritanya tentang jago kung fu yang mencari pembunuh ayahnya. Tapi ternyata dia lebih banyak menolong orang yang lemah karena dianiaya. Saya menulis naskah dan melukis gambarnya menggunakan cat air di atas kertas HVS. Hanya satu copy saja dan entahlah di mana rimbanya. Komik saya itu beredar di antara teman-teman saya di SMPN 2 Serang-Banten. Kami sedang tergila-gila dengan film kung fu yang diperankan Fu Sheng. Kami menontonnya di bioskop Royal, Serang. Sayang bioskop itu pada tahun 2000 dirobohkan dan diganti dengan bangunan ruko serta ATM Centre.
Di SMA memproduksi majalah pada 1981 di kelas 2 SMAN 1 Serang. Saya menulis, mengetik dua kolom di kertas HVS yang saya lipat dua, menggambari ilustrasi cerpen yang saya tulis, memberi sketsa di puisi-puisi yang saya tulis, membuat surat pembaca, menulis opini. Pokoknya pekerjaan Pemred, Redpel, dan wartawan saya borong semuanya. Puisi saya juga sudah dimuat di majalah Hai. Saya sangat tertarik dengan kerja-kerja redaksi. Saya rajin membaca mjalah Femina, Gadis, AI, Anita Cemerlang.
Dan manfaat yang saya peroleh dari kebiasaan membaca dan menulis sudah saya rasakan sejak di SMA (1981). Apalagi sekarang?. Sudah 126 buku saya tulis. Saya dan Tias Tatanka bersama para sahabat membangun Komunitas Literasi Baca-Tulis bernama Rumah Dunia di Serang-Banten. Novel-novel saya banyak yang disinetronkan di RCTI. Juga September 2022, novel best seller saya – Balada Si Roy – diproduksi Fajar Nugros dari IDN Pictures tayang!
“Jadi, kenapa kita tidak membaca dan menulis?”
(Gol A Gong Duta Baca Indonesia dan Pendiri Rumah Dunia)